Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Koordinasi Bahas Pengumpulan Royalti Musik

Pelaksana Harian Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melakukan rapat koordinasi.

oleh Aditia Saputra diperbarui 14 Sep 2022, 16:31 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2022, 11:20 WIB
Pelaksana Harian Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melakukan rapat koordinasi.
Pelaksana Harian Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melakukan rapat koordinasi.

Liputan6.com, Jakarta Pelaksana Harian Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menggelar   Rapat Koordinasi di Hotel JW. Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (13/9/2022).

Banyak hal yang dibahas dalam rapat yang berlangsung sejak pukul 09.00 hingga 17.00 WIB tersebut. Salah satunya adalah membahas tentang penyamaan visi antara LMKN dan LMK dalam pengumpulan royalti satu pintu.

"Rapat hari ini salah satunya untuk menyatukan persepsi di bidang lisensi, untuk percepatan penghimpunan (penagihan) royalti, dengan melibatkan semua LMK yang ada. Ada dari Selmi, WAMI, KCI, Pelari dan lainnya," ujar Hendry Noya, Pelaksana Harian LMKN Bidang Hak Terkait, Selasa (13/9/2022).

"Dengan semangat melakukan sinkronisasi dan keterbukaan, diharapkan target LMKN memuliakan pemberi mandat dapat tercapai," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama Pelaksana Harian lainnya yaitu Sandec Sahetapy juga turut menambahkan keterangannya.

"Kita berkumpul hari ini untuk menyamakan persepsi, kita satu hati menurunkan ego, agar kepentingan pemberi kuasa bisa terpenuhi. Dan jangan lupa, kita harus akui bahwa  sosok Enteng Tanamal adalah pejuang Hak Cipta, jadi tanpa dia tidak mungkin ada LMK sebanyak ini,” tambah Sandec Sahetapy.

 

Manajemen Data Base

Pelaksana Harian Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melakukan rapat koordinasi.
Pelaksana Harian Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melakukan rapat koordinasi.

Selain menyamakan visi dan sinkronisasi, dalam rapat tersebut juga dibahas soal manajemen data base penagihan royalti musik dan hak terkait di Indonesia masih lemah dan tidak kuat.

Hal itu diperparah dengan rendahnya  kesadaran para user di Indonesia yang masih sangat rendah, bahkan  cenderung menolak untuk menunaikan  kewajibannya untuk membayar royalti musik dan hak terkait.

"Data base kita masih sangat lemah, jadi Ketika terpuruk akibat Covid-19 susah untuk bangkit, karena kita tidak memiliki data base yang kuat. Oleh sebab itu kita harus benahi dan perkuat data base ini, kita akan melakukan audiensi dan pendekatan-pendekatan dengan Dinas Pariwisata  yang ada di seluruh Kabupaten dan Kota yang ada di Indonesia untuk menguatkan data base kita," kata Yessy salah satu Komisioner LMKN.

 

 

Otokritik

Pelaksana Harian Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melakukan rapat koordinasi.
Pelaksana Harian Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melakukan rapat koordinasi.

Ketua LMK Selmi Jusak Sutiono, juga turut memberikan penjelasan bahwa otokritik yang paling mendasar atas kinerja LMKN tahun sebelumnya adalah koordinasi dan sinkronisasi yang belum ideal.

"Jangan sampai LMKN tidak dipandang oleh user. Atau ada user tertagih dua tiga kali, makanya kita lakukan sinkronisasi," kata Yusac.

Yusac juga menambahkan bahwa dalam melakukan pengumpulan royalti ini kita harus perlakukan seperti bisnis, karena ini menyangkut uang besar.

"Penghimpunan dana ini besar jadi kita harus anggap ini bisnis,  kalau cara mengurus ini hanya sebagai pemegang kuasa bukan sebagai bisnis maka akan susah. Saya contohkan baru minggu lalu di telpon karaoke group Surabaya, dia mau bayar kalo saya datang kesana, kalau nggak ya nggak mau bayar. Jadi mesti datang tunjuk muka baru bayar.  Jadi ini  ini musti di treatment sebagai  sebuah bisnis,” tambah Yusak.

Lebih lanjut Yusac menambahkan soal tarif yang masih paling murah dibanding dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia atau yang lain.

"Tarif kita paling murah di negara regional, kita masih sangat murah. Bahkan tarif royalti musik untuk hotel dengan 100 kamar di Indonesia hanya 6 juta rupiah. Artinya, sehari hanya 20 ribu, jika dibagi 100 kamar hanya 200 perak, itupun masih banyak hotel yang emoh membayar. Jadi, jika dibandingkan dengan sistem penagihan royalti di negara regional, tidak relevan. Malaysia penurunannya hanya  30 persen, karena broadcasting di sana seperti TV dan Radio tidak turun. Hanya hilang 1/3 selama COVID-19, pulihnya pun lebih cepat, karena database mereka sudah kuat.” kata Yusak.

 

Royalti

Sistem penagihan royalti musik dari user yang masih memprihatinkan itu, diperkuat pendapat Chico Hindarto Ketua LMK WAMI.

"Kalau dari saya otokritiknya belum optimal penghimpunan (penagihan nya), karena sebagian besar yang kita kolek dari pulau Jawa, padahal ada pulau lain seperti Bali dan  pulau lainnya. Waktu   Covid-19 semua user terdampak,  kita sudah melakukan toleransi, kita sudah melakukan adjustment, tapi kami yakin akan ada rebound,” kata Chico.

Masih kata Chico, di Indonesia LMK- nya banyak, maka perlu ada koordinasi. Dia mengakui WAMI bukan yang terbaik,

"Kami akan terus belajar, menyempurnakan diri meski tidak ada yang sempurna. Kita negara besar, harusnya pemasukan (royalti musik dan hak terkaitnya) juga besar, intinya potensi masih banyak , jadi perlu effort Bersama agar penagihan kita juga besar,” lanjut Chico.

 

Dukung Penuh 

Salah satu Komisioner LMKN, yaitu Johnny Maukar Dyang juga turut harir dalam rapat tersebut mengaku bahwa Komisioner mendukung penuh upaya Pelaksana Harian.

"Komisioner LMKN mendukung penuh Pelaksana Harian mencapai targetnya, terutama dari tim force collecting. Dengan adanya pemusatan data base maka  penghimpun royalti bisa melihat data yang tersedia secara transparan, dan tidak ada  benturan di lapangan,” kata Johnny Maukar.

Selain para Pelaksana Harian dan beberapa komisioner, turut hadir dalam Rapat Koordinasi Pelaksana Harian LMKN  tersebut yaitu Direktur Hak Cipta Kemenkumham RI Anggoro Dasananto , Candra Darusman (Pengawas) dan Dharma Oratmangun (ketua).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya