Jejak Arsitek Belanda Citroen di Balai Kota Surabaya

Menikmati sejarah Surabaya, Jawa Timur bisa lewat bangunan yang dibangun oleh kolonial Belanda. Salah satunya Balai Kota Surabaya.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Jul 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2019, 06:00 WIB
(Foto: Balai Kota Surabaya/Kemdikbud.go.id)
Balai Kota Surabaya (Kemdikbud.go.id)

Liputan6.com, Surabaya - Menikmati masa lalu kota Surabaya, Jawa Timur bisa lewat bangunan yang dibangun oleh kolonial Belanda. Sebagian bangunan itu masih bertahan hingga kini. Salah satunya Balai Kota Surabaya yang dahulu dikenal dengan Staadhuis te Surabaya.

Pembangunan Balai Kota Surabaya diwujudkan pada saat pimpinan Wali Kota Surabaya yang kedua G.J Dijkerman. Mengutip berbagai sumber, Balai Kota Surabaya dirancang oleh arsitek Belanda G.Cosman Citroen.

Hasil karya Citroen ini dikabarkan mendominasi bangunan di Surabaya, termasuk Balai Kota Surabaya. Sedangkan pelaksanaan pembangunan dikerjakan oleh H.V Hollandsche Beton Mij.

Citroen memakai gaya arsitektur modern yang melanda Eropa saat itu dalam karyanya. Hal ini ia tuangkan juga dalam pembangunan Balai Kota Surabaya. Bangunan tersebut merupakan hasil menggabungkan gaya arsitektur modern yang menyesuaikan dengan iklim Indonesia yang tropis.

Rancangan gedung Balai Kota ini dilakukan dua tahap. Rancangan tahap pertama pada 1915-1917. Tahap kedua sekitar 1920. Bangunan dua lantai itu pun digunakan resmi pada 1927. Ukuran gedung utama bangunan ini memiliki panjang 102 meter dan lebar 19 meter.

Bangunan dua lantai ini juga ternyata pernah dipakai sebagai kantor DPRD Tingkat II Surabaya. Di bagian belakang gedung utama terdapat bunker. Bunker ini dibuka secara umum sebagai tempat wisata heritage.

Nah, di seberang balai kota ini terdapat taman yang menjadi obyek wisata. Taman ini juga digunakan untuk menerima tamu dan upacara. Anda juga bisa sambil duduk di taman untuk melepas penat.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Jembatan Merah Sungguh Gagah

Asal-usul Nama Jalan Gunungsari Surabaya yang Bakal Diganti Nama Siliwangi
Patung Suro lan Boyo ikon Kota Surabaya karya Sigit Margono. (Dipta Wahyu/Jawa Pos)

Sebelumnya, Surabaya, Jawa Timur memiliki segudang saksi bisu perjuangan para pahlawan. Salah satunya Jembatan Merah, di Jalan Kembang, Surabaya, Jawa Timur.

Kalau dilihat sekilas, jembatan ini sepertinya biasa saja, hanya jembatan yang berwarna merah. Namun, sebenarnya jembatan tersebut menyimpan banyak sekali sejarah.

Pada masa penjajahan, jembatan merah dianggap sebagai lokasi yang penting, karena merupakan satu-satunya akses transportasi perdagangan yang melewati Kalimas dan Gedung Residensi Surabaya.

Jembatan ini menjadi bukti Belanda hampir menguasai sebagian wilayah Surabaya. Pada saat itu, penjajah Belanda meminta hak klaim atas beberapa daerah pantai utara di Surabaya yang dianggapnya komersil.

Salah satunya adalah kota pelabuhan Surabaya yang dianggap sangat berpotensi jadi Surabaya menjadi kota dagang yang tersibuk pada saat itu yang di kuasai oleh penjajah Belanda.

Jembatan Merah juga menjadi saksi dari pertempuran 10 November 1945. Yaitu pertempuran antara rakyat Surabaya-Indonesia dengan Sekutu dan Belanda yang hampir menguasai lagi wilayah Surabaya.

Mengutip dari buku berjudul Travelicious karangan Ariyanto, disebut jembatan merah merupakan jembatan legendaris yang menjadi saksi bisu salah satu pertempuran paling seru di Jawa, antara arek-arek Surabaya dengan penjajah.

Pertempuran terjadi pada 10 November 1945, yang mengakibatkan Brigadir Jenderal Mallaby, salah satu petinggi penjajah, tewas. Ketenaran Jembatan Merah juga terekam lewat lagu perjuangan.

"Secara fisik, tidak terlalu istimewa bila kita melintas. Hanya sejarahnya yang membuat jembatan ini istimewa. Fisik bangunan jembatan ini melintas di Kali Mas antara Jalan Rajawali dengan Jalan Kembang Jepun,” seperti dikutip dari buku tersebut.

Pada saat itu, Belanda merenovasi besar-besaran jembatan merah. Pagar pembatas jembatan yang membatasi badan jembatan dengan sungai diganti. Yang tadinya menggunakan bahan kayu, kemudian diganti dengan besi. Warna merah dari jembatan tersebut menjadi ciri khasnya.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya