Unair dan ITS Kembangkan Teknologi Ozon untuk Kesehatan

Tim ITS dan Unair Surabaya memanfaatkan ozon untuk meningkatkan efektivitas terapi fotodinamik dan bahan alami yang digunakan sebagai obat.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 10 Okt 2019, 22:00 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2019, 22:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Dr. Suryani Dyah Astuti, M.Si bersama Putri, salah satu mahasiswanya, sedang mendemokan inovasi teknologi ozon di Laboratorium biofisika FST UNAIR Kampus C. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Ozon diproduksi melalui teknologi plasma dengan bahan baku udara maupun oksigen. Pemanfaatan ozon pada dosis yang tepat akan menjadikan ozon sebagai antioksidan alami, tapi pada konsentrasi tinggi ozon justru dapat menjadi racun bagi beberapa organisme hidup.

Ozon (O3) adalah molekul yang terdiri atas tiga atom oksigen yang tidak stabil. Tidak seperti oksidator umumya, ozon merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat (powerful oxidizing agent) yang juga dapat sebagai non-chemical desinfectant.

Ciri-ciri dan spesifikasi ozon yaitu tidak beracun (non-toxic) dalam konsentrasi rendah, ramah lingkungan, relatif tidak berbahaya, dan hampir serupa dengan oksigen.

Ozon mampu membunuh mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus, dan jamur. Aplikasi teknologi ozon pada penanganan hasil pertanian mampu meluruhkan kontaminasi pestisida, bakteri, dan logam berat yang menempel pada permukaan kulit sayuran dan buah-buahan, sehingga aman dikonsumsi bagi kesehatan manusia.

Prof. Dr. Muhammad Nur, DEA dari Universitas Diponegoro (UNDIP) telah membuat dan mengaplikasikan produk inovasi berbasis teknologi plasma untuk pangan dan lingkungan. 

Aplikasi dari teknologi itu kemudian dikembangkan oleh Dr. Suryani Dyah Astuti dari Departemen Fisika di Universitas Airlangga bersama tim dari ITS dan Farmasi UNAIR (Nike Grevika, Putri S Puspita dan Derian Faridsa) memanfaatkan ozon untuk meningkatkan efektivitas terapi fotodinamik dan dekontaminasisimplisia (bahan alami yang digunakan sebagai obat).

“Teknologi plasma merupakan produk inovasi dari UNDIP yang telah dimanfaatkan untuk pengawetan produk pertanian hortikultura. Plasma merupakan gas yang terionisasi dalam lucutan listrik atau dapat didefinisikan sebagai percampuran dari elektron, radikal, ion positif, dan negatif. Salah satu produknya adalah ozon,” ujar dia Kamis (10/10/2019). 

Ia menambahkan, hasil diskusi dengan Prof Nur memberi ide untuk memanfaatkan ozon hasil teknologi plasma untuk meningkatkan efektivitas metode photodynamictherapy(PDT). Aplikasi metode PDT merupakan salah satu contoh terapi yang digunakan pada bidang kesehatan yaitu menyembuhkan luka karena infeksi mikroba.

"Selain itu, ozon juga dapat digunakan untuk reduksi biofilm, sterilisasi dan dekontaminasi pada bahan pangan dan obat,” tambahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Pemanfaatan Ozon untuk Kesehatan

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Dr. Suryani Dyah Astuti, M.Si bersama Putri, salah satu mahasiswanya, sedang mendemokan inovasi teknologi ozon di Laboratorium biofisika FST UNAIR Kampus C. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Salah satu pemanfaatan teknologi ozon adalah untuk meningkatkan efektivitas reduksi biofilm pada terapi fotodinamik antimikroba. Penyelidikan ini menargetkan mikroorganisme dalam fase biofilm.

Dyah menuturkan, bakteri yang menyebabkan penyakit infeksi kronis pada manusia umumnya mampu membentuk biofilm. 

"Biofilm merupakan suatu komunitas sel mikroorganisme yang terstruktur, saling menempel dan memproduksi matriks polimer yang mampu melekat pada permukaan biologis maupun benda mati. Karakteristik biofilm adalah resistensinya terhadap agenantibiotic,” terang Dyah.

"Terapi menggunakan agen antibiotic pada umumnya hanya akan membunuh sel-sel mikroorganisme dalam faseplanktonic (yang berenang-berenang di luar biofilm) sedang bentuk bakteri yang tersusun rapat dalam biofilm akan tetap hidup dan berkembang serta akan melepaskan sel-sel planktonic untuk kemudian berkembang kembali. Sehingga, infeksi yang diderita akibat pertumbuhan mikroorganisme dalam fase biofilm menjadi sulit untuk ditangani," tambahnya.

Pada prinsipnya, PDT menggunakan tiga bahan utama, yaitu cahaya, photosensitizer, dan oksigen. Ozon yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi PDT ini diharapkan mampu meningkatkan produksi oksigen saat terapi, karena lack of oxygen terjadi pada dasar biofilm (tempat sel mikroorganisme berkumpul). Dengan tersedianya  ozon maka mekanisme fotosensitisasi akan terjadi.

 

Hasil Penelitian

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Demo inovasi teknologi ozon di Laboratorium biofisika FST UNAIR Kampus C. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Aplikasi ozon untuk terapi fotodinamik memiliki dua tahap penelitian, yakni pre klinis (in vitro dan in vivo) dan klinis. Pada tahap in vitro, penelitian yang dilakukan menggunakan ozon telah dipublikasikan di jurnal internasional Journal of Biomedical Photonics. Karena ozon bersifat toksik pada konsentrasi tinggi, maka pemberian konsentrasi perlu disesuaikan supaya aman untuk pasien saat terapi.

Pada tahap in vivo, ozon dipaparkan langsung pada hewan coba model luka dengan konsentrasi rendah. Hasil penelitian memberikan kesimpulan penggunaan ozon mampu meningkatkan efektifitas reduksi biofilm sekitar 80 persen lebih tinggi jika dibandingkan dengan menggunakan laser saja (60 persen).

Sementara itu, pada tahap klinis, metode itu diaplikasikan untuk penyembuhan luka yang disebabkan oleh infeksi bakteri/biofilm. Hasil penelitian menunjukkan efektivitas ozon dan PDT untuk terapi luka infeksi.

Untuk Dekontaminasi

Dyah menambahkan, ozon juga dapat digunakan untuk dekontaminasi bahan-bahan obat dan simplisia. Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan kontaminasi oleh mikroorganisme. 

Seperti diketahui banyak masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi obat-obatan herbal. Penyucian dan penyimpanan obat herbal yang kurang baik menyebabkan bahan tersebut mudah dicemari oleh mikro organisme seperti bakteri, kapang, dan khamir, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

Penelitian itu bekerja sama dengan Dr. Idha Kusumawati dari Fakultas Farmasi UNAIR. Hasil penelitian menunjukkan efektivitas ozon dosis 7 mg/l sebagai dekontaminan simplisia buah cabai Jawa (Piper retrofractumVahl) dan ozon dosis 6 mg/l untuk serbuk simplisia buah cabe Jawa dengan kemampuan reduksi ALT (Angka Lempeng Total) dan AKK (Angka Kapang Khamir) sebesar 90 persen.

Dengan adanya riset tersebut, Dyah berharap bisa menghasilkan karya-karya berbasis inovasi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau. 

"Di Indonesia, dominasi alat kesehatan impor sangat besar. Pemerintah berupaya membatasi alkes impor dan mensupport hilirisasi produk-produk alat kesehatan hasil inovasi  dalam negeri. Kita inginnya bisa membuat dan mengembangkan alat-alat kesehatan dalam negeri dari komponen yang ada. Menurut saya inovasi juga dapat dimulai dari hal sederhana dikembangkan lebih lanjut akan menghasilkan produk yang luar biasa yg dapat dimanfaatkan masyarakat,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya