Studi: Gas CFC Penyedot Lapisan Ozon Banyak Berasal dari China Timur

Menurut laporan studi terbaru, wilayah China Timur disebut sebagai penghasil terbesar gas CFC penyedot lapisan ozon.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 23 Mei 2019, 15:54 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2019, 15:54 WIB
Ilustrasi polusi udara di kota Beijing (AP/NG Han Guan)
Ilustrasi polusi udara di kota Beijing (AP/NG Han Guan)

Liputan6.com, Beijing - Sebuah laporan hasil studi gabungan berskala internasional menyebut pada Rabu 22 Mei, bahwa emisi gas CFC yang merusakan lapisan ozon, banyak berasal dari wilayah China Timur.

Temuan ini mengkonfirmasi kecurigaan banyak ilmuwan, kelompok lingkungan dan pembuat kebijakan pasca-studi awal tahun lalu, yang melaporkan emisi gas global baru, CFC-11, ditemukan sebagian besar sumbernya dari Asia Timur.

Dikutip dari The Straits Times pada Kamis (23/5/2019), hasil studi baru tersebut akan menambah tekanan internasional pada pemerintah China, untuk mengurangi pemggunaan CFC-11 secara ilegal.

Laporan ini juga mengkonfirmasi hasil beberapa penelitian, termasuk salah satunya oleh The New York Times, yang menemukan bukti bahwa pabrik-pabrik di Shandong, salah satu provinsi yang disebut dalam studi terkait, masih menggunakan CFC-11 untuk membuat insulasi busa.

CFC-11 adalah salah satu golongan senyawa klorofluorokarbon yang merusak ozon atmosfer. Gas ini juga dituding sebagai pemicu terbesar efek rumah kaca, di mana memicu pemanasan global.

Klorofluorokarbon dilarang untuk hampir semua penggunaan oleh Protokol Montreal, yakni pakta internasional yang dinegosiasikan beberapa dekade lalu, untuk menjaga lapisan ozon tidak menipis, sehingga mampu menghalangi radiasi ultraviolet dari matahari.

Jumlah berlebihan dari beberapa jenis radiasi UV dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan mata pada orang, serta berbahaya bagi tanaman dan tumbuh-tumbuhan lainnya.

Setelah studi awal tahun lalu, China menyangkal bahwa ada pelanggaran serius terhadap larangan bahan kimia, tetapi juga berjanji untuk menghapuskan produksi dan penggunaannya secara ilegal.

Kementerian Ekologi dan Lingkungan China mengatakan pada hari Rabu bahwa pihaknya sedang mempersiapkan jawaban atas pertanyaan tentang temuan baru yang dikirim The Times pekan lalu.

Dalam sebuah pernyataan, Joyce Msuya, penjabat direktur eksekutif Program Lingkungan PBB, yang mengelola Protokol Montreal, mengatakan bahwa tindakan terhadap CFC-11 "sedang dilakukan oleh semua pihak di tingkat internasional dan oleh China di dalam negeri".

"Semua pihak menghargai urgensi untuk memastikan perlindungan berkelanjutan lapisan ozon," tambahnya.

Penurunan emisi klorofluorokarbon di bawah Protokol Montreal diharapkan akan menghasilkan pemulihan penuh lapisan ozon pada pertengahan abad ini. Emisi baru dapat menunda pemulihan itu selama satu dekade atau lebih, kata para ilmuwan.

Emisi Berbahaya Berasal dari Provinsi Shandong dan Hebei

Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)
Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

Studi baru, yang diterbitkan dalam jurnal Nature, menggunakan data dari situs pemantauan di Korea Selatan dan Jepang, yang menganalisis sampel udara setiap beberapa jam. Data dimasukkan ke dalam simulasi komputer yang memodelkan bagaimana atmosfer menyebarkan polutan.

Empat model independen digunakan, kata Dr Park Sunyoung, seorang peneliti di Kyungpook National University di Daegu, Korea Selatan, dan penulis utama makalah ini.

"Semua hasilnya konsisten," katanya. "Ini sangat meyakinkan."

Selain Shandong, studi tersebut mengutip provinsi Hebei sebagai sumber utama emisi CFC-11.

Dr Matt Rigby, seorang ilmuwan atmosfer di University of Bristol di Inggris dan penulis utama lainnya, mengatakan studi itu mendapat manfaat darim penggunaan data situs yang relatif dekat dengan China.

Kedua stasiun pemantauan berada di pulau-pulau yang hanya berjarak beberaoa ratus kilometer dari pesisisr China.

Dalam studi yang dilakukan pada 2018 itu, data terdekat dikumpulkan di Hawaii, sekitar 8.047 kilometer jauhnya.

Setelah temuan awal tahun lalu, beberapa ahli mwnduga beberapa CFC-11 dapat berasal dari Korea Utara. Tetapi studi terbaru secara efektif mengesampingkan dugaan tersebut, kata Dr Rigby.

"Kami tidak dapat menemukan peningkatan emisi yang signifikan secara statistik," katanya.

Tetapi penelitian ini tidak menjelaskan asal-usul semua emisi baru CFC-11, yang diperkirakan antara 11.000 dan 17.000 metrik ton per tahun. Beberapa mungkin datang dari lokasi yang jauh dari stasiun pemantauan, seperti wilayah di Amerika Selatan atau Afrika, atau bahkan bagian lain dari China.

"Tempat lain, negara lain, bisa berkontribusi," kata Dr Park. "Tapi kita tidak punya data."

 

Kebijakan Bercabang China

Presiden China Tiba di Hong Kong
Presiden Cina Xi Jinping seusai berbicara kepada awak media di Bandara Internasional Hong Kong, Kamis (29/6). Selama sepekan terakhir, Kepolisian Hong Kong sudah melakukan berbagai antisipasi terkait kunjungan Presiden Xi Jinping. (AP Photo/Kin Cheung)

Otoritas China berpegang pada kebijakan bercabang mereka, yakni mengabaikan masalah di lapangan, namun juga menjanjikan kontrol pembatasan.

Dalam upaya keras yang dimulai pada paruh kedua tahun 2018, para pejabat China memeriksa 1.172 unit bisnis dan hanya menemukan 10 entitas yang menggunakan CFC-11, kata Liu Youbin, juru bicara Kementerian Lingkungan Hidup dan Ekologi setempat, pada konferensi pers Oktober.

Baru-baru ini, pejabat lingkungan China terus meyakinkan bahwa produksi CFC-11 ilegal tidak tersebar luas di Tiongkok,

"Pemerintah Tiongkok selalu mengambil sikap tanpa toleransi terhadap kegiatan ilegal terkait bahan perusak ozon," kata Guo Jing, kepala departemen kerja sama internasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Ekologi China, pada bulan Maret, mengutip kantor berita resmi China. Xinhua.

Klaim Guo Jing diamini oleh Avipsa Mahapatra, pemimpin kampanye iklim di Badan Investigasi Lingkungan, yang mengatakan bahwa pemerintah China telah menangani masalah CFC-11 dengan sangat serius.

"Mereka telah bergabung dengan kami dan komunitas internasional dengan cara yang sangat konstruktif, untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya bertindak dengan menekan pabrik-pabrik nakal, tapi juga berushaa mengatasinya secara sistemik," jelas Mahapatra.

Sementara itu, stasiun pemantauan di Jepang dan Korea Selatan adalah bagian dari jaringan sekitar belasan situs, yang berjuluk Eksperimen Gas Atmosfer Global Berkelanjutan, di mana secara keseluruhan telah mengukur 50 gas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya