Laporan PBB: Lapisan Ozon Bumi Mulai Pulih

Peneliti menyebut lapisan ozon di Bumi bagian utara akan pulih total pada tahun 2030-an dan lubang di atas Antartika akan tertutup pada 2060-an.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Nov 2018, 12:00 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2018, 12:00 WIB
Ilustrasi polusi udara di kota Beijing (AP/NG Han Guan)
Ilustrasi polusi udara di kota Beijing (AP/NG Han Guan)

Liputan6.com, New York - Ada berita baik tentang kondisi lingkungan saat ini. Sebuah laporan PBB yang baru mengatakan, lapisan ozon Bumi yang memberi perlindungan mulai pulih.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (7/11/2018), Ozon melindungi Bumi dari sinar ultra-violet matahari yang menyebabkan kanker kulit dan merusak panen.

Ilmuwan pertama kali melihat sebuah lubang besar di lapisan ozon pada tahun 70-an, dan diakibatkan oleh bahan kimia buatan manusia dari kaleng semprot dan produk-produk lain yang disebuat chlorofluorocarbons.

Pada 1987 Protokol Montreal melarang penggunaannya di seluruh dunia.

Peneliti yang bertemu di Quito pada Senin 5 November mengatakan, lapisan ozon di Hemisfer Utara akan pulih total pada tahun 2030-an, dan lubang di atas Antartika akan tertutup pada 2060-an.

Kata mereka, seandainya tidak ada tindakan yang dilakukan, dua pertiga lapisan ozon sudah hilang.

Peneliti mengatakan, langkah selanjutnya adalah memerangi pemanasan global dengan memberantas penggunaan bahan-bahan kimia yang dulu menggantikan chlorofluorocarbons, bahan dalam kaleng-kaleng semprot dari tahun 1987 itu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

China Rugi hingga Rp 582 Triliun Akibat Polusi Udara

Ilustrasi polusi udara
Ilustrasi polusi udara (iStock)

Polusi udara, yang mengakibatkan lubang ozon, diperkirakan telah memicu kerugian hingga 267 miliar yuan (setara Rp 582 triliun, dengan kurs Rp 2.187 per 1 yuan) terhadap ekonomi China.

Fakta yang disampaikan oleh laporan studi oleh Chinese University of Hong Kong itu berasal dari hasil analisis data pada kematian dini dan berkurangnya produksi pangan.

"Ini adalah angka yang cukup besar dan signifikan, mengingat jumlahnya mencapai sekitar 0,7 persen dari PDB nasional," kata peneliti utama Steve Yim Hung-lam, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post.

Laporan tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Environmental Research Letters, muncul saat China baru-baru ini memperketat target pengurangan efek cemar pada lapisan ozon, yang dihasilkan oleh kota-kota besar setempat.

Ini merupakan bagian dari rencana aksi tiga tahun untuk mengembalikan langit baru dari cengkeraman polusi udara, pada periode 2018 hingga 2020 mendatang.

Tim Yim menganalisa kontribusi polusi pada tahun 2010 terhadap pencemaran ozon (O3) dan pencemaran permukaan halus (PM2.5) dari enam sektor ekonomi, yakni industri, komersial dan pemukiman, pertanian, pembangkit listrik, transportasi darat dan "lain-lain", seperti penerbangan dan kebakaran.

Data yang dianalisis berasal dari kualitas udara dan pemodelan meteorologi, inventarisasi emisi, serta 150 jenis polutan dan mekanisme reaksi kimia.

Lubang ozon tingkat dasar terbentuk dalam reaksi kimia antara nitrogen oksida--berasal dari asap kendaraan, pembangkit listrik dan kegiatan industri--dan senyawa organik yang mudah menguap, dar dipancarkan dari sebagian besar sumber serupa, tetapi juga yang lain seperti pelarut dan bahkan tanaman.

Reaksi ozon akibat polusi udara dapat mengurangi efektivitas fotosintesis pada tanaman, menghambat pertumbuhan, dan bahkan melemahkannya.

Kedua polutan tersebut ditemukan memicu 1,1 juta kematian prematur rata-rata di China setiap tahunnya, dan sekitar 1.000 tanaman di Hong Kong.

Sekitar 20 juta ton beras, gandum, jagung dan kedelai juga hilang karena paparan ozon setiap tahun, lanjut laporan terkait.

Secara kolektif, biaya ekonomi dari kerusakan kesehatan masyarakat--rumah sakit dan pengeluaran rawat jalan, absen dari pekerjaan dan sejenisnya--mencapai sebesar 267 miliar yuan, atau sekitar 0,66 persen dari produk domestik bruto tahunan China.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya