Liputan6.com, Surabaya - Kasi Pengelolaan Sampah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang Budi Herianti mengatakan, limbah medis kasus Covid-19 saat ini semakin banyak, terutama limbah yang dihasilkan pasien isoma. Hal ini, kata dia, menjadi persoalan bagi para petugas kebersihan di lapangan.
"Petugas kebersihan yang terjun harus menanggung risiko cukup tinggi. Apalagi para pasien isoman yang terkadang juga tidak memberitahu (bahwa dia positif Covid-19)," ujar Budi, Minggu (1/8/2021) dikutip dari TimesIndonesia.
Baca Juga
Budi mengungkapkan, kendala dalam pengelolaan limbah medis tersebut saat ini berada di Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Sebab, TPS yang dikhususkan bagi limbah medis pasien Covid-19 hingga saat ini belum ada. Belum lagi, alat yang digunakan para petugas pun saat ini juga cukup sederhana.
Advertisement
Namun, kata Budi, untuk pengelolaan limbah medis di sejumlah Fasilitas Layananan Kesehatan di Kota Malang, saat ini menurutnya cukup bagus.
Akan tetapi, masalah pun juga timbul lagi bahwa ada beberapa klinik di Kota Malang yang masih belum memiliki SOP pengelolaan limbah medis. Seperti halnya mencampur antara limbah medis dan nonmedis.
"Memang mereka menyiapkan sendiri pemisahan, seperti fasyankes milik pemerintah. Tapi untuk klinik yang belum menerapkan SOP ini yang menjadi masalah. Ini problem kami selama ini. Petugas pun kadang juga sampai terpapar (Covid-19)," ungkapnya.
Budi menuturkan bahwa saat ini yang dilakukan adalah terpaksa untuk membakar sampah guna memusnahkan limbah para pasien Covid-19 (isoman) dari dropletnya.
Hal itu dilakukan, untuk melindungi para tenaga kebersihan dan juga pastinya penyemprotan disinfektan yang cukup banyak kepada para petugas kebersihan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Anggaran Terbatas
Meski anggaran yang diterima sekitar Rp 7 miliar yang dirasa masih kurang, Budi hanya ingin bagaimana negara bisa hadir untuk membuatkan TPS khusus untuk limbah medis para pasien Covid-19.
"Dana itu digunakan untuk seluruh pengelolaan sampah. Baik medis maupun nonmedis. Belum lagi biaya operasionalnya bisa saja membengkak. Tapi saya pikir, kami hanya ingin negara hadir untuk membuat TPS khusus untuk limbah medis Covid-19 itu," tuturnya.
Ia menyebutkan, untuk total limbah medis di Kota Malang memang meningkat saat pandemi Covid-19 berlangsung. Dari total 700 ton sampah per tahun, 30 persennya merupakan sampah medis.
Selama ini, kata Budi, pembuangan dan pengelolaan limbah medis di Kota Malang sendiri dikirimkan ke TPA Supit Urang. Padahal, TPA tersebut merupakan TPA khusus untuk limbah rumah tangga.
"Ya pasrah saja. Kami hanya ingin ada penanganan lebih lanjut, karena pengelolaan sampah kita sudah bagus di angka 98,02 persen. Tapi untuk limbah medis sangat kurang," pungkasnya.
Advertisement