Liputan6.com, Banyuwangi Banyuwangi mempunyai sebuah desa yang memiliki toleransi luar biasa yakni Desa Patoman, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi.
Desa ini bahkan sudah menerima predikat sebagai Kampung Pancasila. Pemeluk empat agama hidup berdampingan penuh toleransi dan harmoni.
Kehidupan penuh toleransi di Kampung Pancasila Desa Patoman ini menarik perhatian Komandan Pusat Teritorial Angkatan Darat (Pusterad) Letjen Teguh Muji Angkasa.
Advertisement
Tentara berpangkat 3 bintang ini datang untuk melihat langsung betapa rukunnya warga Desa Patoman meski berbeda agama dan budaya.
“Saya berkesempatan melihat langsung bagaimana budaya, kearifan lokal yang ada di Banyuwangi,” jelasnya saat mengunjungi Kampung Pancasila Desa Patoman, Jumat (28/10/2022).
Kampung Pancasial ini berkaitan erat dengan fungsi dan tugasnya sebagai Komandan Pusterad. Sebab pembinaan teritorial menjadi ruh dari TNI AD. Sehingga dirinya punya kepentingan untuk berkunjung dan melihat langsung bagaimana kearifan lokal yang ada di Banyuwangi.
“Toleransi, harmonisasi budaya, adat, agama di Banyuwangi ini sangat luar biasa. Sehingga pantas dan layak di sini disebut sebagai Kampung Pancasila,” tegasnya.
Kerukunan dan keberagaman di tempat ini memang tampak jelas. Saat Komandan Pusterad tiba, rombongan disambut dengan tari Gandrung. Selanjutnya saat berjalan menuju lokasi, rombongan dihibur dengan lantunan rebana. Beberapa meter dari lokasi acara, mereka disambut dengan musik khas Bali.
Letjen Teguh Muji Angkasa menyebut, Desa Patoman layak disebut sebagai Kampung Pancasila karena hanya Pancasila yang mampu menyatukan bangsa dan Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, adat, dan ras.
“Ideologi Pancasila menjadi satu-satunya perekat budaya bangsa Indonesia,” tegasnya.
Kampung Pancasila Desa Patoman ini, lanjutnya, bisa menjadi model untuk keberagaman agama, untuk harmonisasi yang bisa dicontoh oleh kampung lain, Desa lain atau wilayah lain yang ada di seluruh indoesesia. Sebab, menurutnya harmonisasi dan toleransi di tempat ini sudah begitu mengakar.
Dia pun berpesan agar apa yang ada di sini bisa dipertahankan. Khususnya bagi generasi muda selanjutnya. Jangan sampai keharmonisan ini hanya putus pada generasi yang sekarang ini. Toleransi beragama, toleransi budaya yang ada Desa Patoman bisa terpelihara sampai selamanya.
“Dan nantinya bisa menjadi contoh bangsa Indonesia untuk menyatu dengan tidak membeda bedakan tetapi perbedaan itu harus bisa menyatukan semuanya,” ujarnya.
Asal-Usul Desa Patoman Banyuwangi
Kepala Desa Patoman, Suwito menyebut, asal-usul nama Desa Patoman berasal dari kata pertemuan. Dulunya tempat itu menjadi tempat pertemuan untuk urusan kerukunan. Sehingga akhirnya tempat itu disebut sebagai Patoman.
Dia menyebut, kerukunan di Patoman ini sudah terbentuk secara alami. Bukan dibuat-buat. Menurutnya, di Desa Patoman ada pemeluk agama Hindu, Buddha, Kristen dan juga Islam. Semuanya hidup berdampingan dan rukun.
“Pura banyak, Masjid dan Musala banyak. Satu dengan yang lain tidak pernah ada gesekan. Kita terapkan betul nilai-nilai Pancasila,” tegasnya.
Sekretaris Daerah Banyuwangi Mujiono menyatakan, Pemkab Banyuwangi akan mendukung apa yang sudah dilakukan selama ini. Pemkab juga berkomitmen menjaga kekondusifan wilayah dengan merajut harmoni.
“Di sini beraneka ragam seni, budaya, dan agama. Pemerintah daerah tetap harus mempertahankan kearifan lokalnya dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa untuk merajut harmoni dan menjaga NKRI,” tegasnya.
Advertisement