Liputan6.com, Surabaya - Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono mengungkapkan, pengelolaan energi yang terdiri dari Energi Baru Terbarukan (EBT) maupun Non EBT harus dilaksanakan dengan tepat.
"Potensi EBT di Jatim sangat besar yakni sebesar 188.410 MW dan membutuhkan perencanaan pengelolaan yang baik," ujarnya, usai penyampaian jawaban eksekutif terhadap Raperda Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2019 - 2050, di Surabaya, Kamis (28/3/2024).
Baca Juga
Lebih detilnya, potensi 188.410 MW terdiri atas energi surya sebesar 176.390 MW, energi angin 10,200 MW, energi panas bumi 1.280 MW, energi air 80 MW, energi biogas 110 MW, dan energi biomassa 350 MW yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur.
Advertisement
Khusus dalam pengelolaan EBT, Pemprov Jatim juga mendukung sepenuhnya peningkatan rasio elektrifikasi di berbagai daerah. Hal tersebut dilakukan melalui penggunaan pembangkit listrik EBT di daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan listrik yang memiliki potensi EBT.
"Di antaranya pemasangan PLTS Solar Home System (PLTS SHS) dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH),” kata Adhy.
Dalam pembahasan Raperda Perubahan atas Perda Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2019 - 2050, adapun rumusan perubahan yang diusulkan ialah pada Bab III Pasal 6 ayat 2.
Perubahan itu berbunyi “Bauran energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditargetkan sebesar: 17,09% sampai dengan tahun 2025 dan 19,56 % sampai dengan tahun 2050” menjadi “Bauran energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditargetkan sebesar: 12,15% sampai dengan tahun 2025 dan 23,76% sampai dengan tahun 2050”.
Adhy Karyono menjelaskan bahwa perubahan tersebut dilakukan sebab adanya perubahan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT. PLN yaitu pembangunan Pembangkit Listrik Pump Storage berkapasitas 1.000 MW yang awalnya direncanakan pada tahun 2025 diubah menjadi tahun 2030.
“Sehingga target bauran EBT pada tahun 2025 turun dari 17,09% berubah menjadi 12,15% sedangkan pada tahun 2050 naik dari 19,56% menjadi 23,76%,” katanya.
Kemudian juga terdapat penambahan poin pada Pasal 7 yakni; Pembangunan pembangkit listrik yang bersumber dari sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, biogas, atau biomassa; Pemanfaatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai; dan Pengelolaan konservasi energi.
Raperda Dirancang Sebagai Solusi
Lebih lanjut, Adhy mengatakan Raperda ini dirancang sebagai solusi atas permasalahan distribusi pemenuhan kebutuhan energi bagi masyarakat Jatim. Karena Pemprov Jawa Timur sesuai kewenangannya, lanjut dia, dalam pemerataan distribusi pemenuhan kebutuhan energi, meliputi pemanfaatan EBT sesuai potensi EBT setempat.
Kemudian juga memfasilitasi kegiatan eksplorasi gas dan pembangunan infrastruktur jaringan gas sebagai langkah transisi energi, menyampaikan usulan kuota BBM dari kabupaten/kota di Jawa Timur kepada BPH Migas.
"Serta dalam hal terjadi kelangkaan BBM, dilakukan koordinasi dengan stakeholder terkait seperti Pertamina, BPH Migas, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pemenuhan BBM dan menginventarisasi usulan tambahan kuota,” jelasnya detil.
“Juga didukung program dan kegiatan yang meningkatan bauran energi yang dilakukan penyusunan kebijakan pengelolaan energi baru terbarukan, pembangunan Infrastruktur EBT di antaranya PLTA, PLTB, PLTP, PLT Biomassa, dan PLTS; sosialisasi pemanfaatan EBT dan konservasi energi dan penyusunan data potensi EBT” tambahnya.
Dalam pemanfaatan EBT berkeadilan, Pj. Gubernur Adhy menyebut hal itu merupakan pemanfaatan energi yang dapat memberikan manfaat untuk kebutuhan semua lapisan masyarakat. Baik di perkotaan dan daerah terpencil dengan kemudahan akses untuk menjangkau energi, harga terjangkau, berkelanjutan, dan tetap memperhatikan kondisi lingkungan sebagai sumber penghasil energi.
Advertisement