Liputan6.com, Surabaya - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel meminta Polri tidak boleh lepas tangan terhadap kasus polwan membakar suaminya hingga meninggal dunia di Mojokerto, karena dipicu salah satunya masalah judi online.
“Yang semakin memprihatinkan adalah candu judi online di kalangan polisi. Ketika Polri konon sibuk melakukan penindakan terhadap judi online, justru anggotanya sendiri main judi online, padahal itu pun pidana,” kata Reza, Kamis (13/6/2024), dikutip dari Antara.
Reza menyebutkan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), apalagi pembunuhan, memang serius. Tetapi hitam putihnya pidana sudah sangat jelas. Siapa pelaku, siapa korban, terang benderang. Tetapi berbeda dengan kecanduan judi online yang terjadi di kalangan personel Polri.
Advertisement
Dalam kondisi ini, kata dia, anggaplah institusi Polri tidak bertanggungjawab langsung atas kelakuan personel. Tapi karena perilaku bermasalah, bahkan adiksi (kecanduan) itu tidak terpisahkan dari kerja perpolisian personel tersebut maka kualitas pelayanan, perlindungan, pengayoman, dan penegakan hukum si personel tentu berimbas.
“Pada titik itulah, secara tidak langsung, Polri sebagai lembaga tidak bisa berlepas tangan,” kata Reza.
Dalam kasus tindak pidana ini, kata Reza, patut diduga, personel Polri yang mengalami candu judi online tidak hanya satu orang.
“Konkretnya, berapa besar? Polri punya data estimasi,” kata Reza.
Dia mengatakan data tersebut dibutuhkan sebagai dasar bagi publik untuk menentukan apakah secara ironis, personel polisi justru termasuk kelompok yang rentan (judi online).
“Semakin banyak personel yang mengalami adiksi itu semakin besar pula penurunan kualitas pelayanan polisi bagi masyarakat,” kata Reza.
Bergaya Hedon
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan Polri harus memperkuat pembinaan mental bagi anggotanya untuk mencegah pelanggaran hukum dan kasus kematian sia-sia.
Bambang mengatakan kasus-kasus menonjol anggota Polri seperti bunuh diri, dan polwan bakar suami yang juga anggota Polri, dan beberapa contoh terkait lemahnya pembinaan mental anggota Polri.
“Secara kelembagaan memang nyaris tidak ada lembaga pengaduan yang independen terkait problematika anggota,” kata Bambang.
Kasus polwan bakar suami di Mojokerto menjadi catatan kritis dari Bambang untuk mendorong institusi Polri mengambil langkah-langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Terlebih motif polwan bakar suaminya karena terjebak judi daring. Indikasi ini bukan pertama kalinya, beberapa kasus kematian sia-sia anggota Polri juga karena terjebak judi daring, kemudian terjerat pinjaman daring.
“Kasus-kasus bunuh diri yang terjadi indikasinya juga terkait itu,” katanya.
Menurut Bambang, dari segi kesejahteraan personel Polri sudah memadai, lantas mengapa kejadian tersebut bisa terjadi. Salah satunya karena bergaya hidup hedon yang membuat pendapatan polisi selalu kurang.
Akibat bergaya hidup hedon ini, kata Bambang, ada anggota yang mencari uang dari sumber-sumber yang tidak jelas. Di sisi lain, kata dia, manajemen sumber daya manusia yang tidak efisien mengakibatkan pembagian tugas antarpersonel tidak merata.
“Ada yang sibuk, ada yang kurang kerjaan. Faktor lainnya, secara kelembagaan karena kontrol dan pengawasan yang lemah,” katanya.
Advertisement