Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi hiburan seperti game online merambah begitu pesat ke kalangan anak-anak. Sebagai langkah konkret, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tengah menguji publik dengan menciptakan rencana klasifikasi game interaktif (yang juga termasuk ke kategori game online).
Sayangnya, langkah tersebut menuai kritik dari lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Asrorun Niam selaku Ketua KPAI mengatakan bahwa terjadinya tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak disebabkan oleh banyak faktor.
Selain faktor perhatian orangtua, faktor yang kini dinilai fatal adalah mudahnya anak-anak mengakses game (offline maupun online) yang sarat dengan konten kekerasan, pelecehan serta konten yang bertentangan soal perlindungan anak.
Menurutnya, Rancangan Peraturan Menteri (RPM) itu masih begitu jauh dari harapan publik karena kurang menekankan ke esensi perlindungan anak.
"Rencana penerbitan peraturan menkominfo sangat jauh dari harapan. Salah satu penyebab terjadinya tindak kekerasan khususnya terhadap anak, selain lemahnya proteksi pihak keluarga, juga karena mudahnya anak-anak dapat mengakses konten-konten di dunia internet," tutur Asrorun ketika ditemui tim Tekno Liputan6.com di Kantor KPAI, Jakarta, Kamis (29/10/2015).
Di sisi lain, Ketua Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi KPAI, Maria Advianti, mengatakan bahwa pihak KPAI sangat mengapresiasi rancangan yang telah diuji pada 16 Oktober 2015 lalu ini. Hanya saja, rancangan itu terpatok di peraturan klasifikasi umur, bukan dari segi konten game.
Wanita yang akrab disapa Vivi ini menilai, rancangan tersebut tidak mencantumkan unsur perlindungan anak. Justru lebih menitikberatkan ke peran para orangtua. Padahal, tugas perlindungan anak terhadap pengaruh dari game online merupakan tugas semua pihak, termasuk negara.
Baca Juga
Baca Juga
"Kami menilai prinsip dasar penyusunan dari permen (peraturan menteri) ini masih jauh dari harapan prinsip perlindungan anak dan hak-hak tentang perlindungan anak. Sasaran melakukan rating game adalah agar orangtua dapat menyesuaikan dengan anaknya," pungkasnya.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Vivi, untuk saat ini memang belum ada perangkat yang bisa mengatur perlindungan anak ketika bermain game. Hal tersebut yang kini dikhawatirkan KPAI, dimana anak-anak akan meniru perilaku karakter dan konten dari game yang dimainkan.
"Isu ini menjadi hal baru di Indonesia, dan sikap kami adalah sangat mengkritik ini. Perlindungan anak di dunia cyber belum ada perangkat yang cukup saat mereka bermain game online karena game online banyak unsur seksual, kekerasan, dan sebagainya sehingga dapat menjadi sumber imitasi bagi anak," tutupnya.
(jek/isk)
Advertisement