Liputan6.com, Chattanooga - Internet kini menjadi salah satu kebutuhan utama bagi banyak siswa di dunia. Bagaimana tidak, dengan berbagai informasi di internet, siswa bisa mengerjakan pekerjaan rumah lebih mudah dan cepat.
Sayangnya, masih banyak siswa di dunia yang tidak memiliki akses internet lantaran mereka sangat miskin. Bahkan, menurut data Pew Research Center, sekitar 5 juta rumah yang di dalamnya tinggal anak-anak usia sekolah, tidak memiliki akses internet.
Untuk mengatasi hal itu, kota Chattanooga di Tennessee Amerika Serikat menghadirkan sebuah program yang diharapkan bisa membantu keluarga miskin untuk mendapat akses internet.
Baca Juga
Dikutip dari CNN, Kamis (12/5/2016), berdasarkan data US Census Bureau, di Kota Chattanooga sekitar 22,5 persen warga hidup dalam kemiskinan.
"Kita tidak bisa memelihara kesenjangan terhadap akses internet. Akses terhadap internet harus setara," ujar Wali Kota Chattanooga Andy Berke.
Agustus lalu, kota di Amerika Serikat itu telah meluncurkan sebuah program bernama NetBrigde yang memberikan potongan harga untuk akses internet supercepat. Program ini ditujukan untuk keluarga miskin.
Tech Goes Home
Tidak hanya itu, pemerintah kota juga membuat sebuah kelas bernama Tech Goes Home yang bertujuan memberikan pengajaran mengenai penggunaan internet kepada keluarga miskin. Misalnya, pelajaran mengenai bagaimana membuat dan mengakses email, membayar tagihan secara online, atau mengatur akses internet bagi anak.
Sejauh ini sudah ada 1.700 keluarga yang mendaftar program NetBridge dan lebih dari 700 orang telah lulus dari kelas Tech Goes Home.
Adapun akses internet supercepat ini disediakan oleh operator swasta. Namun, pemeliharaannya membutuhkan biaya tidak sedikit, sehingga pemerintah setempat akhirnya melakukan pendekatan lain, yakni membangun jaringan fiber optik.
Kini layanan internet cepat pun dijalankan oleh Badan Tenaga Listrik yang merupakan lembaga milik pemerintah. Biaya internet yang ditawarkan senilai US$ 58 atau Rp 770 ribu untuk kecepatan akses 100 Mbps, sedangkan untuk internet berkecepatan 10Gbps dibanderol US$ 3,9 juta.
Berke yang kadang berkunjung ke kelas Tech Goes Home sangat senang dengan dampak program ini. Ia pernah bertemu dengan seorang nenek yang biasanya mengantarkan cucunya ke restoran cepat saji. Di sana nenek tersebut membantu cucunya untuk mengerjakan pekerjaan rumah menggunakan Wi-Fi.
Kini, cucu si nenek sudah bisa mengerjakan pekerjaan rumah di rumah menggunakan internet yang disediakan pemerintah.
"Ada banyak manfaat bagi keluarga miskin. Bahkan untuk anak-anak yang memiliki ponsel, mereka sering kehabisan data. Hadirnya internet di rumah memberikan kesempatan bagi mereka untuk membuka laman web dan mengeksplorasi lebih banyak hal serta menjadi lebih kreatif," kata Berke.
(Tin/Why)
Advertisement