Liputan6.com, Jakarta - Facebook mengungkapkan sebanyak 10 juta orang di Amerika Serikat (AS) telah melihat sedikitnya satu dari 3.000 iklan politis yang berhubungan dengan Pemerintah Rusia. Puluhan ribu iklan tersebut dinilai untuk memperkeruh suasana politik di AS, terutama selama Pemilihan Presiden tahun lalu.
Baca Juga
Advertisement
Data mengenai iklan Rusia itu dilaporkan untuk pertama kalinya oleh Facebook pada Senin (2/10/2017). Menurut data Facebook, para pembeli iklan itu mengeluarkan uang sebanyak US$ 100 ribu selama dua tahun untuk menargetkan 10 juta orang.
Lebih dari setengah iklan dilihat setelah Pemilihan Presiden AS pada tahun lalu. Hal ini mengindikasikan upaya Rusia berjalan dengan baik melebihi campur tangan saat masa kampanye dan mungkin terus berlanjut hingga saat ini.
"Sebanyak 44 persen iklan telah dilihat sebelum pemilihan AS pada 8 November 2016 dan 56 persen persen dilihat setelahnya," ungkap Vice President Facebook for Policy and Communication, Elliot Schrage.
Schrage tak menutup kemungkinan ada lebih banyak iklan politis yang dibeli Rusia, tapi belum bisa diidentifikasi oleh Facebook. "Kami masih mencari penyalahgunaan dan para pelakunya di platform kami karena investigasi internal masih berlanjut. Kami berharap melalui bekerjasama dengan Kongres, Spesial Counsel dan berbagai mitra industri, kami bisa mengluarkan mereka dari platform kami," jelasnya.
Laporan Facebook ini dipublikasikan beberapa jam setelah perusahaan menyampaikan rincian data mengenai iklan-iklan tersebut kepada Kongres AS, termasuk tentang pembeli dan upaya penargetan mereka.
Dalam pernyataannya, Schrage menyatakan sebagain besar iklan-iklan itu tampaknya fokus pada pesan sosial dan politis adu domba di seluruh spektrum ideologi, serta menyentuh berbagai topik termasuk isu LGBT, ras, dan imigran.
"Pemilihan Presiden AS 2016 merupakan bukti pertama bahwa pihak asing berusaha mengeksploitasi internet untuk mempengaruhi perilaku pemilih. Kemi menjadi lebih memahami bagaimana layanan kami disalahgunakan dan kami akan terus menyelidikinya untuk mempelajari semua yang kami bisa lakukan," kata Schrage. Demikian seperti dikutip CNN, Kamis (5/10/2017).
(Din/Cas)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: