Apple Dituding Pekerjakan Buruh di Bawah Umur

Apple mengaku tengah melakukan investigasi laporan soal pelajar yang dipekerjakan sejak September 2018 lalu itu.

oleh Jeko I. R. diperbarui 30 Okt 2018, 11:30 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2018, 11:30 WIB
Apple Luncurkan Tiga iPhone Anyar, XR, XS dan XS Max
CEO Aplle Tim Cook dan Apple chief design officer Jonathan Ive melihat produk baru Apple di Apple Headquarters, Cupertino, California (12/9). Tiga iPhone terbaru Apple tersebut merupakan penerus dari iPhone X. (AP Photo/Marcio Jose Sanchez)

Liputan6.com, Jakarta - Apple belum lama ini dituding telah memperkerjakan buruh secara ilegal pada pabriknya.

Pasalnya, sejumlah buruh yang diperkerjakan perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) tersebut, merupakan kalangan remaja di bawah umur. Mereka dikabarkan menjadi buruh untuk manufaktur Apple Watch.

Menurut informasi yang dilansir Ubergizmo via The Financial Times pada Selasa (30/10/2018), sumber tersebut terkuak dari lembaga hak pekerja SACOM. L

embaga yang berbasis di Hong Kong ini menuding penyuplai Apple Watch, Quanta, telah memperkerjakan pelajar untuk pabrik Apple Watch.

Laporan juga mengungkap kalau Quanta dituduh merekrut pelajar ini dengan iming-iming 'magang', tetapi pada kenyataanya para pelajar tersebut harus bekerja di pabrik dalam shift 12 jam setiap hari.

Apple sendiri sudah menanggapi tudingan tersebut. Mereka mengaku tengah melakukan investigasi laporan soal pelajar yang dipekerjakan sejak September 2018 lalu itu.

"Kami tidak memiliki toleransi terhadap hal tersebut. Kami pastikan untuk mengambil langkah dengan cepat jika kami menemukan adanya pelanggaran terhadap kode etik penyuplai," ujar Apple dalam keterangan resminya.

 

Menyamar Jadi Buruh, Mahasiswa Ungkap Misteri Pabrik iPhone

pabrik iPhone
Mahasiswa ini ungkap situasi kerja di pabrik iPhone milik Pegatron di Tiongkok (Sumber: YouTube)

Terlepas dari buruh manufaktur Apple Watch, sebelumnya pada 2017, seorang mahasiswa New York University diam-diam menghabiskan waktu liburan musim panasnya menyamar jadi buruh pabrik perakitan iPhone milik Pegatron di Tiongkok.

Mengutip laporan Phone Arena, Kamis (13/4/2017), penyamaran mahasiswa bernama Dejian Zeng ini, dilakukan untuk sebuah proyek dari kampusnya. Rupanya bekerja di pabrik smartphone premium sekelas iPhone tak membuat buruh di dalamnya menjadi lebih kaya.

Hari pertama bekerja, Zeng diberi tugas membubuhkan stiker dan memasang sekrup untuk iPhone 6s. "Pertama saya ditugaskan ke departemen perakitan dan pengujian kemasan. Kami bertugas mengemas iPhone. Setelah Agustus 2016, kami lalu mulai perakitan iPhone 7. Saya bahkan bekerja di dua pos, yakni iPhone 6s dan iPhone 7," kata Zeng.

Pada pabrik iPhone, keamanan pun diterapkan sangat ketat, salah satunya dengan penerapan detektor logam yang sangat sensitif. Para buruh dipaksa untuk melewati dua pos pemeriksaan keamanan dengan deteksi logam. Selain itu, ketika berada di dalam pabrik, para buruh sama sekali tak diperbolehkan membawa masuk ponsel dan alat elektronik lainnya.

Hal lain yang diamati oleh Zeng adalah tiap buruh harus multitasking dan siap dipindahkan ke berbagai posisi kapanpun mereka dibutuhkan.

Selain buruh perakit ponsel, orang yang bertanggung jawab terhadap hasil kerja mereka adalah pemimpin kelompok dan line manager. Penanggung jawab pada tingkat selanjutnya ada manajer sesi, manajer divisi, dan direktur pabrik.

Situasi Kerja Kaku

Para buruh pabrik perakitan iPhone juga tak pernah mendapat kesempatan untuk dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi.

Parahnya, mereka juga harus sering lembur. Saat di pabrik, mereka tak diperbolehkan menyetel musik agar suasana kerja jadi lebih menyenangkan.

Dalam penyamarannya, Zeng berhasil membuktikan rumor yang menyebutkan buruh pabrik bekerja dalam rentang waktu kerja yang panjang namun bayarannya sedikit alias tak sesuai dengan beban kerja.

Demikian juga saat harus lembur, mereka tak diberi kompensasi yang sesuai. Zeng misalnya, ia bekerja selama 12 jam sehari namun tiap harinya hanya dibayar 10,5 jam saja.

Dengan kerja keras yang dilakukan, seorang buruh perakit iPhone hanya dibayar US$ 450 per bulan (setara Rp 6 juta), tak cukup untuk membeli iPhone yang mereka rakit.

Pabrik perakitan smartphone milik PT Sat Nusapersada (PTSN) - (Liputan6.com/Iskandar)

Kemungkinan upah kecil inilah yang membuat sebagian besar pekerja tak bertahan lebih dari 2 minggu dan memilih meninggalkan pekerjaannya.

Hal ini juga menjelaskan, mengapa pegawai pabrik iPhone justru menggunakan ponsel merek lain.

Meski tempat kerjanya adalah pabrik perakitan iPhone, para buruh pabrik mengenal Apple hanya sebagai klien saja.

Pihak Apple, hanya berkunjung sehari sekali untuk memastikan peralihan produksi ke iPhone 7 berjalanan lancar. Mereka juga datang untuk memastikan pegawai tak ada yang bekerja lebih dari 60 jam seminggu.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya