Soal Penangkapan Putri Pendiri Huawei, Media Tiongkok Kecam Tindakan AS

Media Tiongkok menggunakan kata "hooliganisme" untuk menggambarkan penangkapan putri pendiri Huawei di Kanada, yang kemudian akan diekstradisi ke AS.

oleh Andina Librianty diperbarui 08 Des 2018, 12:00 WIB
Diterbitkan 08 Des 2018, 12:00 WIB
Putri pendiri Huawei, Meng Wanzhou, ditahan di Vancouver, Kanada, atas permintaan ekstradisi AS (AP Photo)
Putri pendiri Huawei, Meng Wanzhou, ditahan di Vancouver, Kanada, atas permintaan ekstradisi AS (AP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Media Tiongkok mengecam Amerika Serikat (AS) atas penangkapan putri pendiri Huawei, Meng Wanzhou.

Hal tersebut memicu reaksi keras dari sejumlah media Tiongkok, dengan mengatakan tindakan itu sebagai bentuk "hooliganisme."

Mereka juga menilai penangkapan tersebut sebagai aksi tekanan terhadap Huawei, yang nantinya akan menjadi insiden diplomatik besar.

Hooliganisme adalah perilaku mengganggu atau melanggar hukum seperti kerusuhan, bullying, dan vandalisme.

Dikutip dari The Guardian, Sabtu (8/12/2018), China Daily dalam laporannya, menyebutkan penangkapan Wanzhou tampaknya merupakan bagian dari upaya AS menekan Huawei.

Perusahaan asal Tiongkok terssebut merupakan penyedia peralatan telekomunikasi terbesar di dunia, serta vendor smartphone terbesar kedua.

"Satu hal yang bisa dipastikan dan terbukti adalah AS sedang berusaha melakukan apa pun untuk menahan ekspansi Huawei di dunia, hanya karena perusahaan adalah titik utama bagi perusahaan teknologi kompetitif dari Tiongkok," demikian tulisan di China Daily.

Dapat Kecaman dari Media

Salah satu toko resmi Huawei di Beijing, China (AP/Mark Schiefelbein)

Surat kabar Global Times yang dikelola pemerintah Tiongkok juga menyampaikan hal serupa. Media tersebut menilai AS menggunakan pendekatan rogue atau yang tidak baik, karena tak bisa menghentikan kemajuan teknologi 5G Huawei di pasar.

Retorika ini muncul ketika media Jepang melaporkan negara tersebut secara efektif akan melarang pemerintahnya membeli produk telekomunikasi Huawei.

Jepang beralasan pemblokiran dilakukan karena khawatir akan kebocoran data intelijen dan serangan siber. Keputusan Jepang ini diyakini berhubungan dengan AS, yang pada tahun ini melarang pemerintahnya membeli perangkat Huawei.

Penangkapan Meng Wanzhou di Kanada

Huawei HQ
Device Laboratory milik Huawei di Beijing, Tiongkok. Liputan6.com/Andina Librianty

Tiongkok menuntut pembebasan Wanzhou secepatnya. Perempuan yang juga menjabat sebagai Chief Financial Officer (CFO) itu ditahan di Vancouver, Kanada, pada 1 Desember dan akan diekstradisi ke AS atas laporan pelanggaran sanksi.

Menurut laporan, Huawei telah melanggar sanski dagang AS karena telah mengekspor perangkatnya ke Iran. Namun, juru bicara Huawei, Chase Skinner, membantahnya.

Pemerintah Tiongkok telah meminta pemerintah Kanada dan AS untuk segera mengklarifikasi alasan penahanan Wanzhou, dan membebaskannya secepat mungkin. Kedutaan Tiongkok di Kanada menggambarkan tindakan tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, pada Kamis (6/12/2018), menyebut penangkapan Wanzhou tidak bermuatan politis.

"Tentu saja tidak ada keterlibatan di level politik dalam keputusan ini karena kami menghormati independensi proses peradilan kami," ungkapnya.

Penangakan Wanzhou dan Perang Dagang

Logo Huawei
Huawei (Foto: Huawei)

Penangkapan Wanzhou dinilai dapat mengancam gencatan senjata perang dagang antara Tiongkok dan AS. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping, sebelumnya telah sepakat memberikan waktu 90 hari untuk menyelesaikan sengketa perdagangan antara kedua negara.

Global Times dalam laporannya menyebutkan negosiasi kedua negara tengah berada dalam kondisi yang sangat sensitif.

"Kami percaya bahwa pemerintah AS, seperti Tiongkok, bersedia mengakhiri perang dagang. Ini adalah proses yang sangat sensitif karena tim negosiasi masing-masing tim sedang berjuang," demikian keterangan yang ditulis media tersebut.

(Din)

Saksikan Video Pilihan Berkut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya