Liputan6.com, Jakarta - Bumi sudah semakin tua. Banyak ilmuwan dan tokoh terkenal yang menyarankan manusia untuk segera mencari planet lain yang bisa menjadi sumber kehidupan. Mars contohnya.
Elon Musk sampai Jeff Bezos bahkan fokus membuat kapal luar angkasa khusus untuk mengangkut manusia dari Bumi. Bahkan ilmuwan terkenal Stephen Hawking juga sempat menyarankan manusia pergi dari Bumi sebelum planet ini hancur.
Tapi, kalau seluruh manusia pindah ke Mars, apa bakal sama keadaannya dengan di Bumi?
Advertisement
Bagaimana kehidupan mulai dari gravitasi, kekuatan fisik hingga ketahanan generasi dari kondisi planet Mars? Pertanyaan ini muncul di benak Scott Solomon, profesor dari Rice University di Houston, Amerika Serikat.
Baca Juga
Dilansir dari Inverse, Jumat (24/5/2019), ahli biologi evolusioner itu menyatakan kalau manusia pindah ke Mars, generasi manusia selanjutnya bakal punya fisik yang lebih kuat. Tulang lebih kokoh, pandangan lebih terbatas, dan manusia Mars tidak bakal melakukan hubungan seksual dengan manusia Bumi.
Perbedaan itu tentu saja disebabkan situasi planet yang berbeda. Mars punya gravitasi yang lebih rendah dan tingkat radiasi yang sangat tinggi. Jika normalnya manusia lahir dengan 20-120 mutasi genetik, maka di Mars angka ini bisa lebih tinggi.
Solomon menyarankan, pemindahan manusia ke Mars harus bisa mewakili seluruh ras dan etnik penduduk Bumi. Kalau mau, manusia bisa mengirim 100 ribu orang yang mayoritas berasal dari Afrika, karena memiliki etnik yang paling beragam.
Ternyata Mars Pernah Jadi Planet Subur
Mars kita tahu tandus dan kering. Namun siapa sangka, dulunya planet ini kaya akan air.
Penemuan terbaru menunjukkan adanya jejak siklus air di musim panas planet Mars oleh Geophysical Research Letters, seperti dikutip dari Forbes, Sabtu (18/5/2019).
Miliaran tahun yang lalu, Mars dikaruniai air yang melimpah. Sungai dan laut ada di mana-mana. Namun, 80 persen air di Mars terkuras habis lantaran radiasi sinar ultraviolet dari matahari yang membelah molekul air di atmosfer menjadi radikal hidrogen dan hidroksil, sementara hidrogennya menguap.
Namun, misteri terbesar dari penemuan ini adalah dari mana datangnya air tersebut. Seperti halnya tropopaus bumi, Mars juga memiliki lapisan atmosfer tengah yang seharusnya menahan naiknya gas, menyebabkannya berubah menjadi es dan jatuh kembali ke permukaan planet.
Mengapa Mars bisa kehilangan air namun bumi bisa tetap menjaganya? Inilah yang sedang dipikirkan oleh para ilmuwan.
Advertisement
Musim Panas di Selatan Mars
Setiap dua tahun bumi, terjadi musim panas di bagian selatan Mars. Uap air naik dari atmosfer bawah ke atas. Kemudian, angin membawanya sebagian ke kutub utara, sementara sisanya menguap ke angkasa.
Simulasi komputer yang diciptakan ilmuwan dari Institut Fisika dan Teknologi Moskow dan Institut Max Planck untuk Penelitian Sistem Tata Surya (MPS) di Jerman sudah menemukan mekanisme yang sebelumnya tidak diketahui yang meninju lubang di lapisan pelindung di Mars.
Selain musim panas, masalah lainnya adalah adanya badai debu yang menimpa Mars setiap beberapa tahun. Partikel debu menyerap sinar matahari dan bisa memanas, bahkan menaikkan suhu di atmosfer hingga 30 derajat.
"Simulasi yang kami lakukan menunjukkan dengan akurat bagaimana debu di atmosfer Mars mempengaruhi proses mikrofisika yang mengubah es menjadi uap air," ungkap Dmitry Shaposhnikov, penulis studi ini.
(Tik/Isk)