Liputan6.com, Jakarta - Produk yang mendapat julukan gaib jadi momok tersendiri bagi vendor smartphone yang menjalankan bisnis di Indonesia, seperti Xiaomi.
Country Director Xiaomi Indonesia Alvin Tse bahkan menyampaikan, menghindari produknya mendapat sebutan gaib menjadi prioritasnya selama enam bulan pertama menjabat di Indonesia.
Menurut Alvin, selama menjabat di Indonesia, ia melihat bahwa fans Xiaomi di Indonesia menginginkan smartphone yang harganya terjangkau dan bukan smartphone gaib.
Advertisement
Baca Juga
Alvin sendiri mengakui bahwa memprediksi pasar smartphone adalah pekerjaan berat.
"Gaib itu menakutkan, tetapi masalah inventory tidak kalah mengerikannya," tutur Alvin.
Bos brand Pocophone Global ini sampai menganalogikan bisnis smartphone seperti bisnis seafood, yakni perlu kesegaran agar produk bisa laku dijual. Pasalnya, kalau produk tidak segar (tidak baru), penjualan akan sulit dilakukan.
"Untuk itu, yang perlu kami lakukan adalah memperbaiki rantai pasokan dan sistem kami, serta memastikan harga online dan offline tidak ada perbedaan," kata Alvin ditemui di Kawasan SCBD Jakarta, Sabtu (4/1/2019) sore.
Untuk mengatasi barang gaib, Alvin mengatakan, tim Xiaomi Indonesia mencoba memprediksi seberapa besar permintaan pasar dan mengombinasikannya.
"Ketika permintaan meningkat, saya akan meminta ke pabrik untuk menambah stok," kata Alvin.
Khusus untuk Mi Note 10 Pro yang dibanderol Rp 6,99 jutaan, Alvin tidak yakin perangkat ini bakal gaib. Pasalnya, segmen pembeli Mi Note 10 Pro berbeda dengan segmen Redmi.
Strategi Xiaomi
Xiaomi juga mencoba mengatasi masalah harga smartphone yang terkadang dikeluhkan berbeda baik di toko online dan offline.
Salah satu yang dilakukan adalah dengan cara bekerja sama dengan lebih banyak mitra penjualan.
Alvin mengatakan, di tahun 2019 Xiaomi hanya memiliki satu mitra penjualan yakni Erajaya Gruoup. Namun kini Xiaomi punya 6 mitra penjualan, termasuk Erajaya.
Kemitraan ini dilakukan untuk memastikan produk tersedia di lebih banyak pasar dan menjangkau pengguna sekaligus memastikan harga produk tetap sama baik online maupun offline.
Advertisement
51 Mi Store
"Kami kini memiliki 51 Mi Store dan lebih dari 100 karyawan, serta 50 service center. Kami akan akan memperbaiki dan meningkatkan investasi di channel untuk memperbaiki masalah supply. Tapi kami juga meningkatkan investasi di layanan purnajual," ujar Alvin.
Dengan begitu, pengguna akan mendapatkan pengalaman belanja dan pengalaman penggunaan produk.
Xiaomi tak menafikan, semakin banyak pemasukan maka akan makin banyak investasi yang digulirkan. Namun pihaknya tetap berikrar mengambil keuntungan produk maksimal 5 persen.
"Kami ingin lebih berkesinambungan dalam jangka panjang, sehingga kami akan berhati-hati dan menerapkan strategi bertahan. Jadi, kami tidak ingin hanya bakar uang terus pergi," katanya.
(Tin/Why)