Liputan6.com, Seoul - Militer Korea Selatan mengatakan pada Jumat (24/1/2025), pihaknya curiga Korea Utara tengah bersiap untuk mengirim pasukan tambahan ke Rusia, setelah tentara mereka yang terlibat dalam perang Rusia-Ukraina mengalami banyak korban jiwa.
Dalam laporan yang dibagikan kepada wartawan, Staf Gabungan Korea Selatan juga menilai bahwa Korea Utara terus mempersiapkan uji tembak rudal balistik antarbenua yang dimaksudkan untuk mencapai Amerika Serikat (AS). Demikian seperti dikutip dari kantor berita AP, Minggu (26/1).
Advertisement
Baca Juga
Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih dinilai membuka peluang bagi diplomasi tingkat tinggi antara Korea Utara dan AS, mengingat Trump pernah bertemu dengan Kim Jong Un tiga kali selama masa jabatannya yang pertama. Banyak pakar berpendapat bahwa Kim Jong Un mungkin merasa program nuklirnya yang berkembang dan peningkatan kerja sama militer dengan Rusia memberinya lebih banyak pengaruh dibandingkan dengan pertemuan-pertemuan puncak mereka pada 2018-2019.
Advertisement
Korea Utara dilaporkan telah memasok sejumlah besar artileri dan senjata konvensional lainnya kepada Rusia. Menurut intelijen AS, Korea Selatan, dan Ukraina, pada Oktober lalu, Korea Utara mengirim sekitar 10.000-12.000 tentaranya ke Rusia.
AS cs khawatir bahwa sebagai imbalannya Rusia mentransfer teknologi senjata canggih ke Korea Utara yang pada akhirnya dapat meningkatkan program nuklirnya.
Tentara Korea Utara dikenal sangat disiplin dan terlatih, namun kurangnya pengalaman tempur dan ketidakbiasaan mereka dengan medan perang yang sebagian besar berupa dataran datar di Rusia-Ukraina telah menjadikan mereka sasaran empuk bagi serangan drone dan artileri.
Agen intelijen Korea Selatan mengatakan pekan lalu bahwa sekitar 300 tentara Korea Utara diperkirakan telah tewas dan 2.700 lainnya terluka. Pada awal Januari, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebutkan jumlah tentara Korea Utara yang tewas atau terluka sekitar 4.000 orang, meskipun perkiraan AS lebih rendah, sekitar 1.200 orang.
Staf Gabungan Korea Selatan menyatakan bahwa Korea Utara diperkirakan sedang mempercepat persiapannya untuk mengirim lebih banyak tentara ke Rusia. Mereka tidak menjelaskan bagaimana bisa sampai pada penilaian tersebut.
Dalam konferensi politik besar bulan lalu, Kim Jong Un berjanji akan menerapkan kebijakan anti-AS yang lebih keras. Namun, banyak pakar menilai dia mungkin akhirnya ingin berbicara dengan Trump jika merasa presiden AS itu bisa memberikan konsesi.
Pembicaraan mereka sebelumnya gagal setelah Trump menolak tawaran Kim Jong Un untuk membongkar kompleks nuklir utamanya, sebuah langkah denuklirisasi terbatas, sebagai imbalan atas pelonggaran sanksi yang signifikan. Sejak itu, Kim Jong Un semakin mempercepat uji coba senjata untuk memperluas persediaan rudal nuklir yang menargetkan AS dan Korea Selatan.
Trump Kepleset Lidah?
Di Korea Selatan, ada kekhawatiran bahwa Trump mungkin akan fokus hanya pada penghapusan rudal jarak jauh Korea Utara yang mengancam AS, dan tidak mengejar denuklirisasi penuh. Ini bisa berarti kemampuan nuklir Korea Utara yang mengancam Korea Selatan tetap ada.
Dalam wawancara di Fox News yang disiarkan pada Kamis (23/1), Trump ditanya apakah akan menghubungi Kim Jong Un lagi dan dia menjawab, "Ya, saya akan."
Pada Senin (20/1), Trump menyebut Korea Utara sebagai "kekuatan nuklir" sambil membanggakan hubungan pribadinya dengan Kim Jong Un. Pernyataan ini menimbulkan kehebohan di Korea Selatan karena AS, Korea Selatan, dan negara-negara sekutunya selama ini menghindari menyebut Korea Utara sebagai negara nuklir, khawatir hal itu bisa dianggap mengakui upaya Korea Utara memiliki senjata nuklir yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
"Saya sangat ramah dengannya. Dia menyukai saya. Saya menyukainya," kata Trump dalam wawancara di Ruang Oval setelah pelantikannya. "Sekarang dia adalah kekuatan nuklir. Tapi kami akur. Saya pikir dia akan senang melihat saya kembali."
Juru bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan Jeon Ha Gyu menuturkan kepada wartawan pada Selasa (21/1) bahwa upaya untuk mencapai denuklirisasi Korea Utara harus terus dilanjutkan sebagai prasyarat untuk mewujudkan perdamaian yang langgeng tidak hanya di Semenanjung Korea, namun juga di dunia. Kementerian Luar Negeri Korea Selatan menyatakan pula akan berkoordinasi secara erat dengan pemerintahan Trump untuk mencapai denuklirisasi Korea Utara.
Korea Utara belum memberikan respons terhadap komentar Trump. Laporan media negara Korea Utara pada Jumat mengenai pertemuan dua hari di parlemen pekan ini tidak menyebutkan apakah Kim Jong Un hadir di sana. Laporan yang sama tidak pula membahas AS, Korea Selatan, Rusia, atau isu-isu kebijakan luar negeri lainnya.
Advertisement