Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang resmi dilantik pada Senin, 20 Januari 2025 akan berdampak terhadap pasar saham Indonesia. Sejumlah sektor saham akan mendapatkan sentimen positif.
Pengamat pasar modal Wahyu Laksono menuturkan, kebijakan Donald Trump akan membawa ketidakpastian ekonomi dan geopoltik global. Hal itu memberikan kewaspadaan terhadap ekonomi global. Sentimen itu juga berdampak terhadap laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Baca Juga
"Sementara wall street lebih diuntungkan sedangkan bursa kawasan lain yakni Asia, Emerging Market (EM), dan termasuk Indonesia terdampak negatif sejak akhir tahun. Tidak ada window dressing, santa rally dan January Effect. IHSG masih terdesak di sekitar 7.000,” ujar Wahyu saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (26/1/2025).
Advertisement
Dalam riset PT Schroder Investment Management masih memilih pandangan optimistis tetapi hati-hati terhadap pasar saham Indonesia, meski mungkin ada risiko dan gangguan di sana sini terutama pada semester I 2025.
"Kami berpikir bahwa ekspektasi pemerintah terhadap pertumbuhan PDB YoY sebesar 5,2% dan ekspektasi konsensus terhadap pertumbuhan EPS YoY sekitar 10% untuk tahun 2025 akan membuat Indonesia menjadi salah satu pasar yang tangguh secara global,” demikian ditulis dari laporan itu.
Schroder menyatakan, program-program pemerintah yang terlihat pro-konsumsi dan pertumbuhan secara teori positif untuk pasar saham. Selain itu, Schroder juga masih mengharapkan pertumbuhan laba perusahaan yang sehat dari sektor saham antara lain perbankan dan konsumen.
“Meskipun demikian, kami memperkirakan gangguan dapat datang baik dari sisi global seperti kembalinya Trump sebagai Presiden AS maupun dari dalam negeri, di mana investor juga terus mencermati eksekusi kebijakan dari kabinet yang baru,” demikian seperti dikutip.
Sentimen Donald Trump Kembali Jadi Presiden AS
Terkait dengan kembalinya Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Schroder berpikir reaksi spontan setelah pemilihan terjadi mengingat kebijakan Trump yang pro-korporasi AS dan berpotensi reflasioer.
"Namun, kami berpendapat investor perlu melihat lebih dekat pada kebijakan-kebijakan yang akan diumumkan oleh Trump dan melihat dampak potensialnya terhadap pasar. Implementasi akan memakan waktu karena kita hanya melihat perang dagang mulai terjadi 1,5 tahun setelah Trump mulai menjabat pada 2017,” demikian seperti dikutip.
Schroder juga menyebutkan, ada yang berpendapat kebijakan reflasioner dapat mengakibatkan premi risiko saham yang lebih tinggi untuk pasar saham AS dan akhirnya menjadi boomerang bagi pasar AS.
"Sikap Trump yang pro bahan bakar fosil juga dapat meningkatkan pasokan minyak dan terus menekan harga minyak, yang agak positif untuk negara pengimpor bersih seperti Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk membaca dengan teliti dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan Presiden terpilih yang akan datang,”
Schroder juga melihat mengenai situasi geopolitik. Hal ini seiring tidak dapat dipastikan situasi geopolitik di seluruh dunia. Meski beberapa orang mungkin berpendapat kalau Donald Trump mungkin lebih mendukung untuk meredakan perang baik di Rusia-Ukraina dan Timur Tengah.
Advertisement
Harga Minyak
"Jika situasi perang mereda, kami berpikir bahwa kita mungkin melihat dukungan yang lebih sedikit untuk harga komoditas, terutama jika sanksi-sanksi terhadap Rusia juga dicabut. Namun, jika perang terus berlanjut perhatian utama kami akan tertuju pada harga minyak,” demikian seperti dikutip.
Selain itu, saat ini harga minyak relatif stabil di posisi USD 70-80 per barel karena permintaan masih dibatasi oleh pemulihan China yang lemah sementara pasokan melihat potensi peningkatan dari kenaikan produksi oleh OPEC+ dan mungkin jika Trump memang mendorong produksi.
"Risiko terbesar yang dapat menyebabkan harga minyak melonjak, menurut pandangan kami, adalah jika Israel menyerang kilang minyak di Iran diikuti oleh pembalasan oleh Iran melalui pemblokiran Selat Hormuz,”
Schroder meski hati-hati tetapi tetap bersikap oportunistik di pasar saham memasuki 2025 dan akan fokus pada pemilihan saham.
"Kami berpikir kepercayaan dan kenyamanan investor asing terhadap pasar saham Indonesia setidaknya akan mendukung pasar dari penurunan yang berlebihan. Oleh karena itu, kami berpikir bahwa ide tematik sangat penting untuk menghasilkan alpha serta mencari nama-nama yang diuntungkan dari kebijakan yang akan datang, baik dari pemerintah Indonesia atau kebijakan luar negeri,"
Sektor Saham
Sedangkan Wahyu melihat sejumlah sektor saham akan berdampak dengan kebijakan Donald Trump. Pada perdagangan, Donald Trump berjanji untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki AS untuk mendorong perusahaan membangun pabrik di AS dan mengenakan tarif hingga 20 persen pada semua produk impor, dengan tarif 60 persen bahkan lebih untuk sejumlah produk China.
Adapun AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Ekspor terbesar Indonesia ke AS meliputi pakaian dan apparel, barang-barang elektronik, sayuran dan beberapa produk lain.
“Trump fokus dengan kebijakannya yang proteksionis terhadap perekonomi AS. Ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor asing. Memicu dana keluar dari AS. Rupiah berpotensi terus tertekan,”
Wahyu mengatakan, emiten terkait impor, kesehatan, sektor riil, otomotif dan perbankan bisa berdampak negatif. “Namun, emiten terkait ekspor khususnya emiten komoditas dan energi bisa berpeluang diuntungkan. Terutama jika akibat geopolitik terjadi tekanan supply dan kelanjutan penguatan USD,” ujar Wahyu.
Advertisement