Peneliti Bikin Alat Deteksi Infeksi Virus via Smartphone, Bisa Buat Covid-19?

Cara kerjanya, dokter akan mulai dengan menempatkan sampel tetesan darah, urin atau air liur pada chip. Apakah ke depannya bisa mendeteksi Covid-19?

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 29 Jun 2021, 07:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2021, 07:00 WIB
Ilmuan Kembangkan Alat Deteksi Infeksi
Ini berbentuk chip yang bisa disambungkan ke smartphone untuk mendeteksinya. Rencananya akan dikembangkan untuk bisa mendeteksi virus, termasuk Covid-19. (dok: McMaster University)

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah ilmuwan dari McMaster University Kanada menciptakan prototipe alat untuk deteksi infeksi.

Alat yang dilengkapi dengan chip sensor itu dapat disambungkan ke smartphone untuk mendeteksi infeksi virus atau bakteri yang terjadi.

Mengutip New Atlas, Selasa (29/6/2021), alat ini terdiri dari dua bagian, yakni chip sensor listrik dua channel dan modul pemrosesan utama seperti stik USB tempat chip dicolokkan.

Cara kerjanya, dokter akan mulai dengan menempatkan sampel tetesan darah, urin, atau air liur pada chip.

Kemudian, enzim DNA yang sudah ada di chip bereaksi dengan protein khas yang dihasilkan oleh bakteri yang dicurigai--dengan asumsi bakteri ada pada sampel yang diambil.

Selanjutnya chip dengan modul utama dicolokkan ke smartphone. Di smartphone, itu akan memanfaatkan aplikasi khusus untuk menerjemahkan dan menampilkan data dalam waktu kurang dari satu jam.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mendeteksi Infeksi Virus

Sejauh ini chip dan aplikasi yang digunakan baru mampu untuk mendeteksi infeksi dari bakteri.

Sebagai informasi, teknologi tersebut telah berhasil digunakan untuk mendeteksi bakteri E. coli berbahaya dalam sampel urin, dan mampu mendeteksi jenis bakteri lain dengan memanfaatkan enzim DNA berbeda.

Terlebih lagi, itu dilaporkan juga dapat diadaptasi untuk mendeteksi infeksi virus, termasuk Covid-19.


Hasil Lebih Cepat

"Ini berarti pasien bisa mendapatkan perawatan yang lebih baik, hasil yang lebih cepat, dan menghindari komplikasi serius," kata Assoc. Prof Leyla Soleymani, co-koresponden penulis makalah tentang penelitian.

Ke depannya, itu bisa menghemat dan membuat konsumsi obat yang diperlukan lebih efektif.

"Itu juga dapat menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu, yang dapat memberi kita waktu dalam pertempuran melawan resistensi antimikroba," tutupnya.

(Rif/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya