Mafindo: Hoaks Bahayakan Penanganan Covid-19, Platform Medsos Harus Lebih Responsif

Mafindo mengatakan bahwa hoaks tentang Covid-19 dapat menghambat upaya penanganan pandemi di Indonesia

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 22 Jul 2021, 08:28 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2021, 08:27 WIB
Antrean Ambulans di Wisma Atlet Imbas Melonjaknya Pasien COVID-19
Antrean ambulans saat mengantarkan pasien positif Covid-19 di pintu masuk RSD Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Kamis (10/6/2021). Meningkatnya jumlah warga yang terpapar Covid-19 menyebabkan antrean ambulans yang hendak masuk ke RSD Wisma Atlet Kemayoran. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mengatakan bahwa hoaks COVID-19 yang masih membanjiri media digital, dapat membahayakan penanganan pandemi di Indonesia.

Dalam siaran persnya, Mafindo melalui situs TurnBackHoax.id mencatat ada 1.060 hoaks COVID-19 sejak Januari 2020 sampai Juli 2021.

Sebagian di antaranya mengandung narasi yang membahayakan masyarakat dan merusak upaya penanganan pandemi.

Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo mengatakan bahwa PPKM yang diberlakukan saat ini harus disertai upaya serius untuk menekan laju penyebaran hoaks pandemi.

"Karena hoaks ini masih berperan dalam abainya masyarakat terhadap protokol kesehatan, penolakan terhadap vaksin, hingga meninggalnya warga karena salah mengambil keputusan dalam situasi genting," ujarnya, ditulis Kamis (22/7/2021).

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

Hoaks yang Memakan Korban

Banner hoaks
Banner hoaks

Mafindo mengungkapkan ada beberapa hoaks yang dinilai bisa membahayakan upaya penanganan pandemi Covid-19.

Misalnya tentang rumah sakit yang meng-Covid-kan pasien serta seseorang yang meninggal karena keracunan interaksi obat. Mafindo mengatakan bahwa anggapan ini sudah menimbulkan korban berupa pasien yang terlambat ditangani rumah sakit karena termakan hoaks.

Selain itu, ada juga hoaks soal ambulans kosong yang berputar-putar untuk menakut-nakuti warga, yang dipercaya sebagian orang sehingga menimbulkan kejadian pengrusakan ambulans seperti di Jogja dan Solo pada pekan kedua Juli 2021.

Dalam pernyataannya, Mafindo juga menyinggung kasus dokter Lois beberapa waktu lalu.

"Diproses hukumnya dr Lois tidak serta merta akan mengurangi laju peredaran hoaks, karena polarisasi antara kubu rasional dan kubu denial sudah terlanjur menguat," kata Septiaji.

"Kalaupun dr Lois berhenti menyebarkan hoaks, maka akan ada orang lain yang kemudian ditokohkan oleh kelompok denial ini," katanya melanjutkan.

Medsos Diminta Lebih Responsif

Ilustrasi Media Sosial.
Ilustrasi Media Sosial. KreditL Photo Mix from Pixabay

Mafindo pun meminta agar platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau TikTok, agar lebih responsif untuk menyisir konten hoaks yang dilaporkan masyarakat, khususnya yang sudah diklarifikasi oleh ekosistem periksa fakta di Indonesia.

"Platform perlu memanfaatkan database hoaks yang terbangun untuk secara otomatis memperingatkan pengguna jika mengunggah konten hoaks yang serupa," kata Septiaji.

Selain itu, akun-akun yang berulang kali sengaja menyebarkan hoaks COVID-19 yang meresahkan, juga dinilai perlu dikeluarkan dari platform.

Mafindo pun mengatakan bahwa saat ini inisiatif bersama agar masyarakat tidak mudah menjadi korban hoaks pandemi, sangatlah mendesak. Menurut mereka, klarifikasi secara digital saja tidaklah cukup.

"Edukasi dan sosialisasi di dunia nyata sangat penting untuk dilakukan. Pemerintah, platform, dan masyarakat harus bergandengan tangan untuk menekan peredaran hoaks," tulis Mafindo.

(Dio/Isk)

Infografis Cek Fakta Hoaks Vaksin

Infografis Cek Fakta Hoaks Vaksin
Infografis Cek Fakta: Waspada Terpapar Hoaks Vaksin Covid-19 (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya