Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Rusia memberikan sanksi denda sebesar USD 98 juta (Rp 1,4 triliun) kepada Google atas kegagalannya menghapus konten yang dianggap ilegal di negara ini.
Menurut Reuters, denda senilai 7,2 miliar Rubel tersebut setara dengan 8 persen dari pendapatan Google di Rusia.
Baca Juga
Mengutip laporan The Verge, Sabtu (25/12/2021), pengenaan sanksi denda terhadap Google terjadi di tengah dorongan di negara ini untuk melakukan kontrol lebih ketat terhadap perusahaan teknologi besar beserta konten yang dipublikasikan di platform mereka.
Advertisement
Dalam pernyataannya, Google mengatakan, "Akan mempelajari dokumen pengadilan yang ada dan memutuskan langkah selanjutnya."
Namun, seorang pejabat Rusia dalam laporan Bloomberg mengancam, "Akan melakukan tindakan yang sangat tidak menyenangkan jika Google tidak mematuhi perintah Rusia untuk menghapus konten yang dilarang."
Adapun konten yang dilarang alias konten ilegal di Rusia meliputi promosi obat-obatan, ekstremisme atau terorisme termasuk yang terkait pemimpin oposisi Alexei Navalny.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bukan Pertama Kali
Sekadar informasi, ini bukan pertama kalinya Google kena sanksi di Rusia karena moderasi kontennya. Sebelumnya, perusahaan menghadapi ancaman sanksi denda yang besarnya bisa berlipat-lipat tiap minggu, kecuali jika membatalkan larangannya terhadap saluran berita konservatif Rusia.
Pada sisi lain, Google mengatakan, larangan atas saluran berita konservatif Rusia itu disebabkan oleh sanksi AS dan Inggris terhadap pemilik saluran berita yang dimaksud.
Bukan hanya Google, perusahaan seperti Twitter dan Meta (dahulu Facebook Inc) juga menghadapi sanksi denda atas kegagalan mereka memoderasi konten sesuai standar regulator Rusia.
Advertisement
Minta Perusahaan Teknologi Patuh
Regulator Rusia selama beberapa waktu terakhir mencoba menekan perusahaan teknologi untuk mematuhi aturan, selain dengan ancaman denda.
Misalnya, pada 2019 negara tersebut mengesahkan undang-undang yang mengatur smartphone, komputer, dan TV harus dilengkapi dengan software dari pengembang lokal. Aturan ini berlaku mulai tahun 2021.
Perusahaan teknologi juga harus membuka kantor di Rusia jika mereka menjalankan situs web yang memiliki lebih dari 500.000 pengunjung per harinya.
Pejabat Rusia juga bergantung pada jasa Apple dan Google untuk menghapus aplikasi pemungutan suara (voting) lawan politik dari toko aplikasi masing-masing. Mereka mengancam akan menuntut karyawan setempat jika hal ini tidak dipenuhi.
(Tin/Ysl)