Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi sedang menjadi pusat perhatian. Ini bukan semata-mata Dedi Mulyadi seorang kepala daerah, tapi karena kebijakan-kebijakan dan cara kerjanya di awal masa jabatannya.
Mulai dari kebijakan larangan study tour bagi sekolah-sekolah di Jawa Barat, penggusuran tempat wisata karena dinilai menjadi penyebab terjadinya bencana banjir bandang di daerah Puncak Cisarua, Bogor.
Bukan hanya itu, Dedi Mulyadi juga baru-baru ini menghapuskan denda dan tunggakan pajak kendaraan bagi masyarakat Jawa Barat. Periode pemutihan pajak kendaraan Jawa Barat berlaku sejak 20 Maret hingga 30 Juni 2025.
Advertisement
Baca Juga
Jauh sebelum menjadi Gubernur Jawa Barat, Dedi memang sudah malang melintang di panggung politik. Salah satunya adalah pernah menjadi Bupati Purwakarta dua periode (2008-2013 dan 2013-2018)
Ketika menjadi Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi pernah mengkritisi orang yang hanya belajar agama di internet. Hal tersebut ia sampaikan saat menghadiri kegiatan Bahtsul Masail Pra-Munas dan Konbes NU pada Jumat, 10 November 2017 di Pondok Pesantren Al-Muhajirin 3 Purwakarta, Jawa Barat.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Dedi Menyayangkan jika Hanya Belajar Agama di Internet
Dedi menyayangkan jika seseorang hanya belajar agama di internet, tetapi tidak langsung di madrasah dan pesantren. Pada akhirnya, konten-konten agama di internet menjadi rujukan kebenaran tunggal.
“Belajar agamanya di internet, nafsunya lebih besar dari ilmunya. Ketemu ayat sepotong karena yang ngomong doktor dipercaya sebagai kebenaran,” kata Kang Dedi, sapaan akrabnya, dikutip dari NU Online, Kamis (27/3/2025).
Kang Dedi mendorong agar organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama menyiapkan strategi dakwah dalam menyikapi perkembangan teknologi. Di sisi lain, ia juga mengapresiasi dakwah-dakwah yang sudah dilakukan oleh kalangan NU melalui santri dan kiainya yang sudah memanfaatkan dunia digital.
“Pak Said sekarang mempunyai Facebook Teras Kiai Said, ada Gus Mus, ada NU Online yang memberikan perimbangan-perimbangan informasi,” tuturnya.
Menurutnya, semangat NU adalah semangat keindonesiaan yang mengikuti perkembangan zaman dengan tetap menjaga tradisi dan budaya. “Spirit keberadaban Indonesia sesungguhnya menjadi spirit peradaban di dunia,” imbuhnya.
Kang Dedi juga mendorong agar Nahdliyin tidak hanya berdakwah di madrasah, majelis taklim, dan pesantren. Ia menilai, dakwah-dakwah NU juga harus hadir di pabrik, kantor, dan tempat-tempat umum lain untuk mewarnai Indonesia dengan Islam yang ramah.
“Karena kalau enggak, dakwah di tempat-tempat tersebut akan diisi oleh kelompok-kelompok lain,” tandasnya.
Advertisement
Bolehkah Belajar Agama di Internet? Ini Kata Buya Yahya
Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya pernah mengatakan, belajar agama melalui aplikasi seperti YouTube itu bukan sesuatu yang terlarang, tapi ada catatannya. Apa saja?
Pertama, sumber rujukan belajarnya harus benar. Siapa yang menyampaikannya? Jangan asal pilih.
"Termasuk belajar melalui Google, bagaimana kalau membaca buku tanpa guru itu dilihat dulu. Kalau benar buku bukunya (boleh). Sebab, buku macam-macam. Buku yang menjerumuskan juga banyak,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV.
Catatan kedua adalah bukan karena kesombongan dengan ustadz. "Sekarang banyak orang yang sudah ngerti dunia digital, ini tanya pada ustadz (jadi) pada malas, ah ustadz bulet jawabannya, mending langsung tanya pada ustadz Google saja. Nah ini sombong, gak bener," imbuh Buya Yahya
Lebih bagusnya lagi, membaca buku tentang ilmu agama sesuai rekomendasi dari seorang guru. Buya yahya juga mengingatkan, tidak semua buku itu bisa dibaca sendiri tanpa guru.
"Kalo ilmu akhlak mungkin bisa dibaca sendiri, tapi kalo ilmu aqidah harus dengan guru dong, takut salah paham. Ilmu fiqih harus berguru dong. Kalau membaca sendiri tanpa guru, bisa salah paham,” tutur Buya Yahya.
"Jadi mula-mula kabar begira bagi Anda, Anda dibenarkan karena masih mau belajar. Tapi ingat, demi kesempurnaannya (ilmu), Anda harus mendatangi majelis. Kalau tidak (ada udzur hadir majelis), Anda bergabung dengan majelis semacam ini (lihat di YouTUbe). Anda rutinkan, sudah cukup bagi Anda," pungkas Buya Yahya.
Dapat disimpulkan, belajar agama di internet boleh-boleh saja selama sumber rujukannya benar. Namun khusus aqidah dan fiqih, sebaiknya belajar kepada guru, bukan sekadar membaca di internet karena bisa salah paham. Belajar kepada guru bisa langsung hadir ke majelis atau melalui media seperti YouTube.
Wallahu a’lam.
