Liputan6.com, Jakarta - Pelaku kejahatan siber menipu senilai miliaran dolar AS dari para korban sepanjang 2021. Tingginya angka kerugian ini disebabkan karena makin umumnya kejahatan di internet.
Laporan TechRadar mengungkapkan laporan tahunan FBI mengenai Internet Crime Complaint Center (I3C) atau Pusat Keluhan Kejahatan di Internet sepanjang 2021. Hasilnya, menurut FBI, para korban menderita kerugian sebanyak USD 6,9 miliar atau setara Rp 100,3 triliun akibat berbagai penipuan online yang terjadi.
Baca Juga
Mengutip Digital Trends, Senin (28/3/2022), berdasarkan FBI, terjadi 847.376 pengaduan kejahatan internet di tahun 2021. Jumlah ini meningkat 7 persen dibandingkan pengaduan di tahun 2020 dan 81 persen lebih tinggi dari 2019.
Advertisement
Hal ini memperlihatkan bahwa pandemi yang memaksa orang menjalani kehidupan online berdampak signifikan pada jumlah korban yang jadi sasaran penjahat siber.
Informasi yang sama menyebut, orang-orang yang bekerja dari rumah, terutama mereka yang melakukan meeting virtual secara khusus menjadi target dari pelaku kejahatan siber.
IC3 FBI mengatakan, kondisi di atas menyebabkan terjadinya skema Kompromi Email Bisnis dan Kompromi Akun Email menjadi kejahatan yang lebih umum. Disebutkan, eksploitasi virtual meeting membuat penjahat menginstruksikan korban untuk mentransfer uang.
Total kerugian akibat metode penipuan online ini mencapai USD 2,4 miliar atau setara Rp 34,4 triliun.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menyamar Jadi Bos Lalu Adakan Online Meeting
"Penjahat siber mengkompromikan email karyawan menyamar sebagai CEO atau CFO kemudian meminta karyawan untuk berpartisipasi dalam platform virtual meeting," kata laporan FBI.
Selanjutnya di dalam meeting online ini, si penipu menggunakan foto CEO tanpa audio atau menggunakan audio deep fake, menyamar jadi eksekutif perusahaan.
Kemudian, si penjahat siber akan memakai platform virtual tersebut untuk secara langsung memerintahkan karyawan melakukan transfer dana elektronik (melalui wire transfer).
Ada pula penipu yang menggunakan email yang telah dikompromikan, berpura-pura sebagai bos dan mengirimkan link untuk transfer.
Di antara banyaknya modus serangan penipuan online, yang paling banyak menjerat korban adalah phishing, penipuan non-payment/ non-delivery, hingga peretasan data pribadi.
Advertisement
Jenis Kejahatan Siber dan Kerugiannya
Berikut adalah serangan kejahatan atau penipuan siber yang berkontribusi besar pada kerugian korban senilai Rp 100,3 triliun di atas:
- Penipuan berkedok asmara: USD 956 juta (setara Rp 13,7 triliun).
- Pelanggaran data perusahaan: USD 151,5 juta (setara Rp 2,1 triliun).
- Penipuan kartu kredit: USD 172,9 juta (setara Rp 2,4 triliun)
- Peniruan identitas pemerintah: USD 142,6 juta (setara Rp 2 triliun)
- Investasi bodong: USD 1,45 miliar (setara Rp 20 triliun)
Malware hingga Pencurian Cryptocurrency
- Pelanggaran data pribadi: USD 517 juta (setara Rp 7,4 triliun)
- Penipuan Real estate/ sewa USD 350,3 juta (setara Rp 5 triliun)
- Spoofing atau penipuan: USD 82,1 juta (setara Rp 1,1 triliun)
- Penipuan berkedok dukungan teknis: USD 347,6 juta (setara Rp 4,9 triliun).
Kasus lainnya yang juga turut berkontribusi adalah malware, scarware, dan virus dengan kerugian USD 5,6 juta (Rp 80,4 miliar), selanjutnya ada phishing USD 44,2 juta (Rp 634,8 miliar), ransomware USD 49,2 juta (Rp 706,6 miliar).
Kemunculan cryptocurrency juga memunculkan adanya pencurian crypto sebesar USD 1,6 miliar (setara Rp 22,9 triliun) sepanjang 2021. Total ada 32.400 keluhan tentang pencurian crypto di tahun 2021.
(Tin/Isk)
Â
Advertisement