Liputan6.com, Jakarta - Jepang mulai mempertajam taringnya terhadap aksi-aksi cyberbullying (perundungan siber). Mulai pekan ini, undang-undang baru akan membuat pelaku penghinaan di ranah siber terancam hukuman hingga satu tahun penjara.
Selain itu, orang yang dihukum karena penghinaan daring juga dapat dikenakan denda hingga 300 ribu yen (sekitar Rp 33 juta).
Baca Juga
Pada aturan sebelumnya, hukuman untuk tindakan penghinaan daring adalah penjara dengan durasi kurang dari 30 hari, serta denda hingga 10 ribu yen (sekitar Rp 1 juta).
Advertisement
Mengutip The Verge, Kamis (7/7/2022), aturan ini akan ditinjau lagi dalam tiga tahun, untuk melihat apakah ini juga berdampak pada kebebasan berekspresi, sesuatu yang dikhawatirkan para kritikus RUU tersebut.
Tindakan keras pejabat Jepang didorong adanya kasus perundungan siber yang berujung pada meninggalnya bintang reality show Hana Kimura akibat bunuh diri pada Mei 2020.
Ibu Hana Kimura pun mendorong lebih banyak kebijakan anti perundungan siber setelah kematian putrinya.
Mengutip Gizmodo, acara reality show Terrace House yang dibintangi Kimura pun ditangguhkan di Jepang. Sementara, dua orang dikenakan denda karena mengunggah penghinaan kepada Kimura secara daring, masing-masing sembilan ribu yen.
Meski begitu, dalam undang-undang Jepang terbaru, menurut Seiho Cho seorang pengacara kriminal di Jepang kepada CNN, belum ada definisi yang jelas tentang apa yang dianggap sebagai penghinaan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harus Ditangani Serius
Di undang-undang baru itu, penghinaan diartikan sebagai merendahkan seseorang tanpa fakta spesifik tentang mereka.
Arti tersebut sebagai lawan dari pencemaran nama baik, yang diklasifikasikan sebagai merendahkan seseorang sambil menunjukkan fakta spesifik tentang mereka.
"Saat ini, bahkan jika seseorang menyebut pemimpin Jepang idiot, maka mungkin di bawah undang-undang yang direvisi itu bisa digolongkan sebagai penghinaan," kata Cho.
Sementara, dikutip dari Kyodo News, Menteri Kehakiman Jepang Yoshihisa Furukawa mengatakan dalam konferensi pers Selasa pekan ini bahwa menerapkan hukuman yang lebih keras adalah sesuatu yang penting.
"Itu menunjukkan penilaian hukum bahwa (perundungan siber) adalah kejahatan yang harus ditangani dengan serius, dan bertindak sebagai pencegahan," kata Furukawa.
Dia juga menekankan bahwa langkah itu tidak akan bertindak sebagai "pembatasan yang tidak dapat dibenarkan atas kebebasan berekspresi."
Advertisement
Dampak Negatif Perundungan Siber
Sementara itu, survei UNICEF U-Report 2021 melaporkan bahwa 45 persen dari 2,777 anak muda usia 14-24 pernah mengalami cyberbullying atau perundungan daring.
Cyberbullying adalah kondisi di mana seseorang merasa tidak nyaman terhadap komentar, informasi, gambar, foto yang ditujukan untuk dirinya.
Semua muatan tersebut dikirimkan melalui internet dengan tujuan menyakiti, mengintimidasi, menyebar kebohongan dan menghina.
Menurut Anna Surti Ariani dari Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia, alasan orang melakukan cyberbullying adalah ingin merasa kuat, memiliki harga dirinya rendah, kurang berempati, ingin popular dan tidak sadar akan dampak yang ditimbulkan.
Di sisi lain, orang yang menjadi korban perundungan daring dapat mengalami berbagai dampak negatif seperti:
- Menarik diri, mudah emosi, menjadi cenderung pendiam dan tidak mau bersosialisasi.
- Tidak lepas dari gawai dan kehilangan minat melakukan kegiatan lain.
- Rasa malu berlebihan.
- Depresi.
- Tindakan bunuh diri.
Cara Mencegah Cyberbullying
Perundungan daring dapat membawa dampak serius yang membekas pada anak. Maka dari itu, Anna menyampaikan beberapa cara mencegah anak menjadi korban perundungan daring sebagai berikut:
- Membatasi waktu memegang gawai dengan jadwal dan durasi tertentu.
- Memberikan edukasi terkait apa itu perundungan daring.
- Membatasi konten dan aplikasi pada gawai.
- Menjadi contoh baik dalam menggunakan gawai.
Founder Yayasan Sejiwa Diena Haryana menyebutkan cara lain untuk mencegah terjadinya perundungan daring.
“Sebagai teman kita memberi dukungan untuk mendengarkan masalah yang dihadapi, menyemangati dan dapat mengajaknya untuk melaporkannya kepada guru atau orangtuanya,” ujar Diena mengutip keterangan pers, Minggu (3/10/2021).
“Kita juga dapat meng-counter informasi negatif dengan memberikan komentar positif tentang sahabat kita.”
Sedang, orangtua bisa mengarahkan anak untuk memblokir pelaku dan melaporkannya. Orangtua juga dapat mengalihkan anak dari media sosial melalui kegiatan lain seperti hobi, berlibur maupun hal-hal kreatif lainnya.
“Bila sudah semakin parah dampaknya, segera konsultasikan anak kepada ahlinya untuk mendapat tindakan terbaik,” pungkasnya.
(Dio/Ysl
Advertisement