Pakar Ungkap Alasan Facebook, Google dkk Belum Daftar ke Kemkominfo

Konsultan keamanan siber, Teguh Aprianto menganalisis alasan mengapa sejumlah PSE besar, seperti Facebook, Google dkk belum mendaftarkan platform mereka di Kemkominfo.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 17 Jul 2022, 16:05 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2022, 16:05 WIB
Ilustrasi Internet, Digital, Gaya Hidu Digital
Ilustrasi Internet, Digital, Gaya Hidu Digital. Kredit: Nattanan Kanchanaprat via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) terus mengingatkan PSE atau Penyelenggara Sistem Elektronik untuk mendaftarkan operasional bisnisnya di Indonesia. Paling lambat, pendaftaran dilakukan pada 20 Juli 2022.

Dengan kata lain, waktu yang dibutuhkan untuk pendaftaran PSE di Indonesia sekitar tiga hari lagi. Sejumlah PSE besar, seperti Google, Facebook, hingga Twitter sendiri diketahui belum melakukan pendaftaran.

Menurut Dirjen Aptika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan, PSE yang tidak melakukan pendaftaran di Kemkominfo hingga 20 Juli 2022, akan digolongkan sebagai PSE ilegal di Indonesia.

Terkait hal ini, pakar sekaligus konsultan keamanan siber, Teguh Aprianto, menganalisis alasan mengapa sejumlah PSE besar belum mendaftarkan platform mereka. Menurutnya, jika perusahaan mendaftar, mereka akan melanggar kebijakan privasi mereka sendiri.

"Jika platform ini (Google, Facebook, hingga Twitter) ikut mendaftar, maka mereka akan melanggar kebijakan privasi mereka sendiri dan privasi kita sebagai pengguna juga akan terancam," tulis Teguh seperti dikutip dari akun Twitter-nya @secgron, Minggu (17/7/2022).

Lebih lanjut ia menuliskan, dalam Permen Kemkominfo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat, setidaknya ada tiga pasal yang bermasalah.

Teguh menuliskan, pasal pertama yang menjadi sorotan adalah Pasal 9 ayat 3 dan 4 mengenai kewajiban PSE untuk memastikan sistem elektroniknya tidak memuat informasi dan/atau dokumen elektronik yang dilarang.

Sementara salah satu poin informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilarang adalah meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.

"Pasal 9 ayat 3 dan 4 ini terlalu berbahaya karena 'meresahkan masyarakat' & 'mengganggu ketertiban umum' ini karet banget," tulisnya menjelaskan.

Ia menuliskan, "Nantinya bisa digunakan untuk 'mematikan' kritik walaupun disampaikan dengan damai. Dasarnya apa? Mereka tinggal jawab 'mengganggu ketertiban umum'."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pasal Lain

Ilustrasi situs web, website, internet
Ilustrasi situs web, website, internet. Kredit: 200 Degrees via Pixabay

Lalu, pasal lain yang juga dianggap bermasalah adalah pasal 14 ayat 3 mengenai permohonan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilarang. Pasal ini kembali memunculkan term 'meresahkan masyarakat' dan 'mengganggu ketertiban umum'.

"Di bagian ini nantinya mereka seenak jidatnya bisa membatasi kebebasan berekspresi dan juga berpendapat. Kok konten saya ditakedown? Mereka tinggal jawab 'meresahkan masyarakat'," tulis Teguh.

Selain itu, pasal lain yang dianggap bermasalah adalah Pasal 36 yang berbunyi, 'PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Lalu Lintas dan Informasi Pengguna Sistem Elektronik yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan secara resmi kepada Narahubung PSE Lingkup Privat'.

"Apa jaminannya bahwa ini nantinya tidak akan disalahgunakan untuk membatasi atau menghabisi pergerakan mereka yang kontra pemerintah? Ga ada kan?" tulisnya.

Senada dengan Teguh, Safenet juga menyuarakan penolakan regulasi Kemkominfo ini. Bahkan, Safenet mengajak warganet untuk menandatangani Surat Protes Netizen menolak regulasi ini diterapkan.

Ini Alasan Facebook, Google, dkk Harus Daftarkan Operasional ke Kemkominfo

PM Kemkominfo No 5/2020
Pendaftaran PSE Privat yang diatur dalam PM Kemkominfo No. 5 Tahun 2020 diperpanjang 6 bulan pasca pemberlakukan OSS-RBA efektif pada 2 Juni 2021.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan memberikan penjelasan mengenai kenapa penyelenggara platform digital alias PSE wajib mendaftarkan operasionalnya ke pemerintah.

Menurutnya, pendaftaran PSE dilakukan sepenuhnya untuk melindungi masyarakat Indonesia.

"(PSE harus mendaftar) untuk masyarakat, melindungi masyarakat sebagai konsumen. (Berkaca dari) kasus pinjol, banyak yang tidak terdaftar. Apabila ada masalah, bagaimana melindunginya?," kata Semuel yang karib disapa Semmy, dalam konferensi pers mengenai Update Pendaftaran PSE, Senin (27/6/2022).

Lebih lanjut, Semmy menjelaskan bahwa baik PSE asing dan lokal sama-sama diwajibkan mendaftar dan menjalankan persyaratan operasional yang sama agar tercipta kondisi level playing field.

"Untuk pelaku industri, agar tercipta level playing field, digunakan persyaratan yang sama. Bagaimana memberikan keuntungan bagi masyarakat (jika ada website yang) meniru branding-nya, bisa melakukan klarifikasi," kata Semmy.

Lebih lanjut, pria berkaca mata ini juga menyebutkan masyarakat bisa mengecek PSE yang sudah terdaftar ke Kemkominfo di laman resmi kementerian.

PSE yang Jalankan Bisnis di Indonesia Wajib Daftar

Menurut dia, PSE asing dan lokal menjalankan bisnis di Indonesia sehingga perlu mendaftarkan diri.

"Jangankan ini, bertamu 2x24 jam wajib melapor, dia berbisnis masa melapor saja tidak mau," tuturnya.

Sekadar informasi, Kemkominfo melalui aturan PP No 71 Tahun 2019 dan Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 mengharuskan PSE untuk mendaftarkan operasional bisnisnya ke Kemkominfo.

Semmy mengatakan, saat ini sudah ada 4.34 PSE yang mendaftarkan ke Kemkominfo. Dari jumlah itu, Jumlah tersebut terdiri dari 4.559 PSE lokal dan asing. Sementara, 2.569 perusahaan perlu untuk mendaftar ulang.

Semmy menyebut, di antara PSE lokal yang sudah mendaftarkan bisnisnya di Indonesia ada nama-nama besar seperti Gojek dan Ovo.

Sementara, penyelenggara platform asing yang sudah mendaftarkan adalah TikTok, Linktree, hingga Spotify.

Semmy pun menyebut nama-nama besar seperti Netflix, Google, Facebook, dan lain-lain untuk segera melakukan pendaftaran melalui metode online single submission (OSS) yang telah disiapkan.

(Dam/Isk)

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya