Pemerintah China Buka Opsi Penjualan TikTok, Kenapa?

China menunjukkan kesediaan untuk bernegosiasi dengan AS agar TikTok tetap beroperasi di negara tersebut, setelah ada opsi baru yang ditawarkan Presiden Donald Trump.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 22 Jan 2025, 11:00 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2025, 11:00 WIB
Ilustrasi: Aplikasi TikTok (Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani)
Ilustrasi: Aplikasi TikTok (Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - China dikabarkan bersedia melakukan kesepakatan dengan pemerintah Amerika Serikat untuk memastikan TikTok tetap beroperasi di negara tersebut.

Padahal sebelumnya, negara tersebut menolak menjual TikTok ke perusahaan Amerika Serikat. Sikap yang melunak itu dilaporkan terjadi setelah Presiden Donald Trump membuka opsi penjualan yang.

Dikutip dari Engadget, Rabu (22/1/2025), Donald Trump memang mengatakan, ia meminta agar TikTok dijual ke pemilik berbasis di Amerika Serikat. Namun, ia menawarkan ada opsi lainnya.

Alih-alih TikTok sepenuhnya dijual ke perusahaan Amerika Serikat, Donald menambahkan, opsi pembelian dilakukan dengan patungan antara pemilik saat ini (ByteDance), dan pemilik baru.

Dengan kata lain, Amerika Serikat memperoleh kepemilikan sebesar 50 persen. 

"Jika menyangkut tindakan seperti operasi dan akuisisi bisnis, kami percaya bahwa itu harus diputuskan secara independen oleh perusahaan sesuai dengan prinsip pasar," tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning.

Kendati demikian, ia menyatakan, jika melibatkan perusahaan China, hukum dan peraturan China juga harus dipatuhi.

Terlebih, menurut Mao, TikTok telah memainkan peran positif dalam meningkatkan lapangan kerja dan konsumsi di Amerika Serikat.

Di sisi lain, Presiden Donald Trump telah menandatangani serangkaian perintah eksekutif, salah satunya penangguhan sementara undang-undang yang melarang TikTok di Amerika Serikat.

Donald Trump Tunda Larangan TikTok sampai 75 Hari ke Depan, Ini Alasannya

Donald Trump berpidato usai pelantikannya sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat. Inaugurasi Trump berlangsung di Rotunda di Gedung Capitol, Washington DC, Senin (20/1/2025).
Donald Trump berpidato usai pelantikannya sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat. Inaugurasi Trump berlangsung di Rotunda di Gedung Capitol, Washington DC, Senin (20/1/2025). (Dok. Chip Somodevilla/Pool Photo via AP)     ... Selengkapnya

Dengan perintah eksekutif tersebut, Departemen Kehakiman tidak akan memberlakukan "Undang-Undang Melindungi Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Musuh Asing" selama 75 hari, yang secara efektif memperpanjang jangka waktu untuk mencapai kesepakatan.

"Waktu yang tidak tepat dari undang-undang tersebut, yang mulai berlaku selama jam-jam terakhir masa jabatan Presiden Joe Biden, mengganggu kemampuan saya untuk menilai implikasi keamanan nasional dan kebijakan luar negeri dari larangan Undang-Undang tersebut sebelum berlaku," ujar Donald Trump memberikan alasan menunda larangan TikTok, dikutip Selasa (21/1/2025).

Ia akan meninjau 'informasi sensitif' yang terkait dengan masalah keamanan nasional dan mengevaluasi tindakan mitigasi yang telah diambil TikTok hingga saat ini.

Induk perusahaan TikTok, ByteDance, sebelumnya telah melakukan upaya bertahun-tahun (dikenal sebagai Project Texas) untuk memindahkan data pengguna AS ke server yang di-hosting oleh Oracle.

Pengaturan tersebut dibuat setelah bernegosiasi dengan Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS), tetapi pembicaraan itu terhenti tahun lalu.

TikTok (dan aplikasi ByteDance lainnya) offline pada Sabtu malam (18/1/2025), sebelum undang-undang tersebut mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025). Namun, penghentian TikTok hanya berlangsung beberapa jam.

Layanan dipulihkan secara bertahap setelah Donald Trump berjanji untuk menandatangani perintah eksekutif untuk menangguhkan undang-undang tersebut setelah ia dilantik pada Senin (20/1/2025).

Ia menegaskan "Tidak akan ada tanggung jawab bagi perusahaan mana pun yang membantu mencegah TikTok ditutup sebelum perintah saya." Donald Trump juga mengusulkan usaha patungan yang akan membuat kepentingan AS mengambil 50 persen saham di TikTok. 

Startup Perplexity AI Tawarkan Diri Bergabung dengan TikTok AS

Kantor ByteDance. Liputan6.com/Iskandar
Kantor ByteDance di Singapura. Liputan6.com/Iskandar... Selengkapnya

DI samping itu, perusahaan rintisan mesin pencari berbasis AI asal Amerika Serikat, Perplexity AI, mengajukan tawaran untuk bergabung dengan TikTok AS. Informasi ini pertama kali dikutip dari sumber anonim Reuters.

Tawaran dari Perplexity tersebut dilakukan pada Sabtu lalu, sehari sebelum TikTok dilarang di AS.

TikTok pun sempat menghentikan operasional di Amerika Serikat pada 19 Januari 2025, namun berkat adanya penangguhan selama 90 hari dari Donald Trump, TikTok kembali beroperasi.

Mengutip USA Today, Selasa (21/1/2025), Perplexity bermaksud bergabung dengan TikTok di Amerika Serikat dan menciptakan entitas baru, dengan menggabungkan perusahaan hasil merger dengan mitra lain.

Struktur baru yang diusulkan Perplexity ini akan memungkinkan sebagian besar investor ByteDance yang ada untuk mempertahankan kepemilikan ekuitas mereka dan akan menghadirkan lebih banyak video ke Perplexity. Begitu kata sumber anonim yang dikutip.

Sumber yang sama pun menyebutkan, Perplexity AI meyakini tawarannya akan berhasil karena proposalnya merupakan penggabungan, bukan penjualan.

Sekadar informasi, tool pencarian Perplexity AI memungkinkan pengguna memperoleh jawaban cepat tas pertanyaan beserta sumber dan kutipan.

Infografis AS Desak Pemilik TikTok Lepas Saham dan Ancam Larangan Total. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis AS Desak Pemilik TikTok Lepas Saham dan Ancam Larangan Total. (Liputan6.com/Trieyasni)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya