Liputan6.com, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengkritisi kinerja DPR yang tak mampu mengeluarkan kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terkait dividen (laba ditahan) Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Padahal realisasi dividen perusahaan pelat merah mencapai Rp 407,5 triliun.
Sekjen FITRA, Yenny Sucipto menegaskan, DPR hanya menjadikan BUMN sebagai sapi perahan yang dimanfaatkan kelompok kepentingan tertentu. Seharusnya, anggota parlemen bisa serius melakukan pembahasan dalam pengelolaan BUMN.
"Seolah BUMN memang sengaja dijadikan sapi perahan, termasuk pengelolaan laba ditahan BUMN sebesar Rp 407,5 triliun. Ini berpotensi dimanfaatkan kelompok kepentingan karena tidak ada regulasi yang jelas dalam pengelolaan laba untuk ekspansi," ujar dia dalam acara Kritik Terhadap DPR dalam Kebijakan APBN, di Jakarta, Senin (10/3/2014).
Advertisement
Lebih jauh dia menjelaskan, DPR seharusnya mampu melakukan tekanan terhadap pemerintah agar dividen tersebut dikelola untuk kepentingan rakyat. Merujuk data FITRA, Yenny menyebut, DPR semestinya menarik laba ditahan pada tahun anggaran 2012 sebesar Rp 407,5 triliun.
"Dana itu bisa menutup defisit sebesar Rp 80 triliun dalam pembahasan APBN-Perubahan 2013 sehingga tidak perlu justifikasi menambah utang baru sebesar Rp 63,4 triliun," sambungnya.
Laba ditahan BUMN, tambah dia, dapat men-cover pembengkakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 16,1 triliun dan dana kompensasi Rp 30 triliun. Sehingga pemerintah, kata Yenny, tidak harus membebankan rakyat dengan kenaikan harga BBM subsidi tahun lalu sebesar Rp 6.500 untuk premium dan solar Rp 5.500 per liter.
"Setoran laba itu bisa juga dimasukkan kembali ke subsidi kedelai (Rp 225,7 triliun) dan minyak goreng (Rp 103 triliun) yang sudah dihapus sejak 2008 dalam belanja subsidi negara," ujar Yenny.
Dividen tersebut, menurut dia, dapat digelontorkan untuk perluasan lahan petani 500 sampai 1 juta hektare (ha) untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap impor dan menuju pada kedaulatan pangan.