Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai belum konsisten terhadap penerapan aturan yang mewajibkan perusahaan tambang agar membangun pabrik pemurnian dan pengolahan bahan tambang (smelter) untuk membayar jaminan sebesar 5% dari nilai investasi.
Hal ini terbukti bahwa aturan soal jaminan tersebut belum juga dilaksanakan, bahkan terancam tidak jadi diterapkan.
Menanggapi hal ini, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, kewajiban memberikan jaminan tersebut memang masih dikaji dan belum diterapkan.
"Jadi itu tidak dicabut, karena memang belum ditetapkan secara resmi. Sebetulnya itu adalah wacana di kalangan menteri terkait, ketika kami ingin memastikan bahwa investasi itu bisa berjalan, yang diminta adalah kepastian, yaitu berupa jaminan," ujar Hidayat di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Rabu (26/3/2014).
Dia menjelaskan, alasan pemerintah ingin menetapkan jaminan 5% karena besaran persentase tersebut yang biasa diberikan para kontraktor yang akan melaksanakan proyeknya di Indonesia. "Itu semacam referensi saja. Dan itu belum ditetapkan sebagai keputusan," lanjutnya.
Menurut Hidayat, jika memang aturan jaminan tersebut tidak akan diterapkan, maka akan ada cara lain yang akan dibahas oleh kementerian terkait agar perusahaa-perusahaan tambang ini mau memberikan kepastian untuk membangun smelter.
"Pokoknya harus ada kepastian yang membuat kami yakin, ini kan masalah keyakinan. Sebab pengalaman 2009 ketika ditetapkan untuk membangun (smelter), kemudian 5 tahun belum juga dibangun," jelasnya.
Selain itu, Hidayat juga menolak dikatakan jika pemerintah mundur selangkah dalam menjalankan ketentuan yang diamanahkan oleh Undang-Undnag Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
"Waktu itu kami berpikir bagaimana memastikan bahwa dia (perusahaan tambang) mempunyai kesiapan dana untuk investasi. Orang belum maju kok, kalau dicabut itu baru namanya mundur selangkah. Nanti dicari cara lain yang bisa menimbulkan keyakinan," tandasnya.
Advertisement