Penjualan Pasar Farmasi RI Bakal Tembus Rp 114 Triliun

Tingginya layanan kesehatan masyarakat dari pemerintah menyebabkan volume penjualan farmasi Indonesia meningkat pesat ke depan.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 01 Mei 2014, 13:37 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2014, 13:37 WIB
BUMN Farmasi Rugi Kurs Akibat Rupiah Loyo
Manajemen PT Kimia Farma Tbk menargetkan penjualan tumbuh 18% menjadi Rp 5,35 triliun pada 2014.

Liputan6.com, New York - Perusahaan riset dan konsultasi sektor kesehatan internasional GlobalData menilai volume penjualan di pasar farmasi Indonesia berpotensi meningkat hingga menembus US$ 9,9 miliar atau Rp 114,5 triliun pada 2020. Pertumbuhan signifikan itu dipicu meningkatnya pengeluaran jaminan kesehatan pemerintah dan tingginya keinginan untuk bertahan hidup dari masyarakat.

Mengutip laman Business Standard, Kamis (1/5/2014), saat ini, pangsa pasar Indonesia masih berada di level US$ 5 miliar dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 10,2%. Pertumbuhan tersebut didorong program layanan kesehatan pemerintah seperti Jamkesmas dan Program Keluarga Harapan yang ditujukan untuk meyediakan asuransi kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia pada 2019 mendatang.

"Total obat-obatan yang dipatenkan mengisi sebagian besar pasar farmasi Indonesia. Segmen terapi, seperti penyakit menular dan pernapasan, diprediksi tumbuh secara signifikan dalam beberapa waktu mendatang. Itu semua karena meningkatnya insiden penyakit menular tertentu," ungkap Direktur Healthcare Industry Dynamics GlobalData, Joshua Owide.

Pasar obat generik juga mengalami ekspansi yang cepat akibat dorongan insentif pemerintah dan hilangnya perlindungan paten untuk sejumlah produk bernilai jual tinggi. Sektor obat telah mencapai pangsa 48 % dari pasar farmasi Tanah Air pada 2013.
 
Namun meningkatnya penggunaan obat generik, ditambah dengan peredaran obat-obatan palsu juga diperkirakan dapat memperlambat ekspansi industri farmasi Indonesia.
 
Menurut Owide, sistem peraturan negara mengenai penegakan Kekayaan Intelektual cukup bermasalah di beberapa situasi tertentu. Itu semua dipicu, rendahnya pengamatan dan sistem hukum serta kurangnya efektivitas pengenaan pajak.
 
"Perlindungan properti intelektual yang tidak efisien dan transparan untuk sejumlah produk farmasi dan peralatan medis menjadi celah besar dalam sistem layanan kesehatan Indonesia. Sistem hukuman yang diberikan juga masih cukup kecil dan belum memberikan efek jera," ujar Joshua.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya