Asing Masuk, BUMN Tak Bisa Monopoli Bandara Lagi

Selama ini jasa kebandarudaraan masih tertutup untuk asing.

oleh Liputan6 diperbarui 09 Mei 2014, 09:05 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2014, 09:05 WIB
galery-foto-bandara-ngurah-rai-4-131001b

Liputan6.com, Jakarta - Jasa kebandarudaraan resmi keluar dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Dengan revisi ini, investor asing boleh menancapkan modal pada sektor usaha ini baik pembangunan maupun pengelolaan bandara dengan modal maksimal 49%.

Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero), Tommy Soetomo mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah tersebut supaya sejumlah proyek bandara dapat terealisasi secepatnya.

"(Jasa kebandarudaraan) dibuka ya nggak apa, kita kan negara besar. Wong selama ini penumpang protes kualitas bandara kurang baik," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (9/5/2014).

Pelonggaran DNI ini, menurut Tommy, akan memacu investasi di sektor bandar udara melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Kondisi itu pun sesuai dengan pertumbuhan jumlah penumpang sekitar 14% dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

"Kita membutuhkan investasi dari pihak swasta termasuk investor asing. (Proyek) nggak bisa lagi dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), makanya perlu undang investor," terangnya.

Dia mengaku selama ini jasa kebandarudaraan masih tertutup untuk asing. Kondisi tersebut, tambahnya, membuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kerap terlena terhadap perkembangan jumlah penumpang sehingga mengabaikan pelayanan bandara.

"Selama ini kan (kebandarudaraan) nggak dimungkinkan asing masuk. Alhasil menimbulkan monopoli dan BUMN tidak sadar hal itu. BUMN terlena nggak ngebangun apa-apa cuma dapat untung saja padahal perkembangan sudah pesat sekali," tutur Tommy.

Lanjut dia, keterlibatan asing dalam pengelolaan jasa kebandarudaraan telah banyak dijalankan di bandara luar negeri, seperti salah satu bandara di Australia dan sebagainya.

Sementara AP I, menurut Tommy, telah menggandeng perusahaan asing sebagai mitra dalam pembangunan dan pengelolaan di bandara milik perseroan. Diantaranya bekerjasama dengan GVK Group asal India sebagai manajemen konsultan di Bandara Ngurah Rai, Bali.

"Kami juga ingin melanjutkan kerjasama dengan GVK untuk melanjutkan pembangunan di Bandara Yogyakarta. Akan bentuk perusahaan patungan (joint venture)," ucapnya.

Sayang ketika dikonfirmasi mengenai porsi kepemilikan saham, Tommy mengaku masih dalam tahap negosiasi. "Masih negosiasi, tapi pasti kami yang mayoritas, karena kan investasi asing dibatasi maksimal 49% itu," cetus dia. (Fiki Ariyanti/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya