Pemerintah Baru Dinilai Bakal Sulit Hapus BBM Bersubsidi

Pengamat ekonomi, Faisal Basri menilai, subsidi bahan bakar minyak (BBM) sudah dipolitisasi sehingga jadi tantangan pemerintahan baru.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Jun 2014, 19:23 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2014, 19:23 WIB
Ilustrasi BBM
Ilustrasi BBM (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, tantangan bagi pemerintahan mendatang untuk berani mengurangi atau bahkan menghapuskan subsidi BBM sebagai hal yang sulit.

"Itu saya rasa hal yang sulit ya, bagaimana kita mau melakukannya," ujar Faisal di Hotel Gran Melia, Jakarta, Minggu (15/6/2014).

Dia mengatakan, subsidi BBM kini bukan hanya soal beban terhadap keuangan negara tetapi sudah dijadikan komoditas politik sehingga siapa pun yang terpilih menjadi presiden mendatang akan sulit untuk menghapuskan subsidi tersebut.

"Ini sudah dipolitisasi, jadi mau bagaimana lagi," kata Faisal.

Faisal yang memberikan dukungannya kepada calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla ini menyatakan hal yang terpenting dilakukan oleh pasangan tersebut adalah memenangkan pemilihan presiden tahun ini, daripada harus memikirkan soal subsidi. "Pokoknya yang penting terpilih dulu," tandasnya.

Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri, Andri Asmoro menilai, ada tiga hal utama yang harus diperhatikan oleh pemerintahan baru terutama dalam bidang ekonomi.

Pertama, reformasi energi terutama kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Menurut Andri, perlu ada pemimpin yang berani untuk menekan subsidi energi mengingat anggaran subsidi hampir Rp 300 triliun atau sekitar 30 persen dari total anggaran APBN.

Kedua, transformasi struktural industri. “Tenaga kerja banyak di industri dan pertanian, pemerintahan baru harus memikirkan cara bagaimana untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan industri,” tutur Andri.

Ketiga, pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, Andri mengharapkan, kedua capres itu memberikan penjelasan detil mengenai priotitas jangka pendek untuk pembangunan ekonomi terutama energi. (Dny/Ahm)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya