Perbankan Nasional Kalah Dua Langkah Dari Malaysia

Penggabungan bank di Malaysia prosesnya cenderung mulus berbeda dengan Indonesia.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 18 Jul 2014, 14:35 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2014, 14:35 WIB
Bank Mandiri
(foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Perhimpuan Bank-Bank Nasional (Perbanas) mengungkapkan, Indonesia sudah kalah dua langkah dalam konteks konsolidasi perbankan khususnya untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) industri perbankan yang mulai berlaku pada tahun 2020.

Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono menerangkan, konsolidasi di Malaysia dilakukan saat krisis tahun 1997-1998. Saat itu, pemerintah Malaysia gencarmenekan bank-bank untuk melakukan marger.

"Ketinggalan pertama adalah ketika krisis tahun 1997-1998, itu Malaysia sangat gencar, agak sedikit memaksa kepada industri perbankan untuk melakukan marger, sehingga menyisakan bank-bank besar seperti CIMB, Maybank dan sebagainya," kata dia di Jakarta, Jumat (18/7/2014).

Berbeda dengan pemerintah Indonesia, saat krisis hanya berhasil menyatukan 4 bank yakni Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia  menjadi Bank Mandiri. Sementara menurutnya Indonesia masih memiliki sekitar 120 bank dengan ukuran yang kecil.

Ketinggalan yang kedua, kata dia saat proses penggabungan itu sendiri. Penggabungan bank di Malaysia prosesnya cenderung mulus berbeda dengan Indonesia.

Ia mencontohkan seperti rencana pemerintah menggabungkan  Bank Mandiri dan Bank Tabungan Negara.

"Kalau dilihat ketika Mandiri dan BTN yang pemiliknya sama yaitu pemerintah akan melakukan inisiatif melakukan akuisisi bank. Mandiri akuisis BTN  saja anda lihat hasilnya apa? Polemik politisasi sehingga akhirnya gagal. Bayangkan saja ini untuk bank yang pemiliknya sama negara atau pemerintah itu saja untuk menggabungkannya sulit sekali,"lanjutnya.

Padahal dengan penggabungan, bank akan cenderung bisa bersaing. Dengan ukuran yang besar membuat bank memiliki modal yang kuat dan lebih efisien.

Maka pihaknya menekankan, pemerintah mesti memiliki rencana yang jelas agar perbankan Indonesia mampu bersaing dalam hadapi MEA.

"Itulah makanya saya selalu katakan negeri ini harus punya rencana jangka panjang perbankan yang jelas,"tutupnya. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya