Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis neraca perdagangaan pada Juni 2014 defisit US$ 305,1 juta yang terdiri dari surplus non-migas sebesar US$ 299,2 juta dan defisit perdagangan migas sebesar US$ 604,3 juta.
Meski demikian, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengatakan pada Juni terjadi penguatan ekspor migas dan non-migas karena didorong peningkatan ekspor industri dan peningkatan diversifikasi pasar.
Dia menjelaskan, peningkatan ekspor non-migas selama Juni 2014 cukup signifikan terjadi pada negara-negara kelompok emerging market seperti Afrika Selatan yang tumbuh 150,9% dibanding periode yang samapada tahun lalu, Hongkong 33,2%, Bangladesh 28,9% dan Uni Emirat Arab 28,5%.
"Beberapa yang mengalami kenaikan ekspor seperti ke Afrika Selatan. Kemudia Hongkong yang pasarnya mulai menggeliat kembali dan ekspor ke Hongkong sebagian masuk ke negara-negara bekas Uni Soviet. Juga ke Uni Emirat Arab yang jadi hub perdagangan untuk Dubai beberapa kota lain, juga memfasilitasi ekspor RI ke Timur Tengah dan Afrika," ujarnya di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2014).
Bayu mengungkapkan, hal yang menggembirakan terkait penguatan ekspor ini yaitu saat ini sekitar 67,3% ekspor Indonesia merupakan produk industri olahan sehingga porsi ekspor dari produk yang berupa bahan mentah sudah semakin kecil.
"Tapi memang harus diakui bahwa yang disebut industri ini termasuk primary industry atau industri tahap pertama seperti pada CPO. Ekspor produk industri kita meningkat menjadi US$ 10,4 miliar dari US$ 9 miliar atau tumbuh 12 persen. Sedangkan tahun lalu pertumbuhannya negatif," katanya.
Bayu optimis neraca perdagangan non-migas hingga akhir tahun akan tetap mengalami suplus dengan jumlah yang besar. Sementara itu, dengan telah dikeluarkanya izin ekspor bagi PT Freeport Indonesia dinilai akan membantu memperbaiki defisit neraca migas.
"Ini ditambah ditambah lagi bahwa pada minggu lalu izin ekspor tambang Freeport sudah dipenuhi. Sehingga dari kegiatan migas pada semester II dari Freeport dan beberapa perusahaan batu bara lain kontribusinya ekspor bisa mencapai US$ 3,5 miliar-US$ 4 miliar," tandasnya. (Dny/Nrm)
Energi & Tambang