Calon Dirut Pertamina Diminta Terbebas dari Mafia Migas

Pasca mundurnya Karen Agustiawan sebagai Direktur Utama Pertamina, penggantinya harus steril dari kepentingan politik dan lainnya.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 18 Sep 2014, 18:16 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2014, 18:16 WIB
SPBU Pertamina
(Foto: Pebrianto Wicaksono/Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) dinilai masih belum benar-benar terbuka terkait dengan pengelolaan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Peristiwa antrean pembelian BBM yang mengular di sejumlah daerah beberapa waktu lalu menjadi bukti dari sisi pengelolaan dan sistem penyaluran yang masih bermasalah.

“Kebutuhan BBM memang sangat banyak, namun juga bisa dilihat dari sisi distribusi selama ini tidak transparan. Belum lagi dengan dugaan kebocoran, nah tidak ada cukup informasi dari Pertamina untuk menjelaskan masalah itu,” ujar  Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, Kamis (18/9/2014).

Dikatakan, pengurangan pasokan ke sejumlah SPBU yang dilakukan Pertamina, bisa saja dilakukan tidak melulu dengan dasar supaya kuota 46 juta kiloliter terjaga.

Namun bisa juga dinilai Pertamina masih belum terbuka terkait dengan sisi distribusi sekaligus kemungkinan kebocoran pada saat penyaluran BBM.

Belum lagi ada persoalan disparitas harga BBM yang juga tidak pernah bisa diselesaikan Pertamina. Di satu daerah harga BBM bersubsidi menjadi sangat mahal sehingga memicu penyelundupan.

Kasus penyelundupan BBM di Riau dengan nilai mencapai Rp 1,3 triliun yang terungkap beberapa waktu lalu memberi contoh nyata mekanisme pengawasan Pertamina tidak berjalan.

“Bisa saja BBM untuk PSO itu kemudian dijual misal ke industri, dari sisi pengawasan jelas masih lemah,” tegasnya.

Lalu siapa pihak yang bersalah dengan maraknya penyelundupan dan masalah pasokan BBM?. Menurut Firdaus hampir semua pihak.

Mulai dari bagian niaga Pertamina yang kini dikepalai Direktur Pemasaran dan Niaga Hanung Budya, secara kelembagaan mulai dari penyediaan BBM, marketing, hingga bagian pertanggungjawaban terkait penyaluran alokasi BBM. Pihak tersebut dinilai harus bertanggung jawab.

“Ini lagi-lagi soal transparansi tadi hingga kemudian terjadi penyelundupan BBM ilegal. Harus dilihat juga berapa kerugian negaranya sehingga tentu harus ada penegakan hukum, bisa melalui UU Migas atau juga UU Korupsi. Kebocoran uang negara dari salahnya pengelolaan subsidi itu yang harus dicermati,” tandas dia.

Di tengah begitu banyaknya masalah di Pertamina, Firdaus meminta pasca-mundurnya Karen Agustiawan sebagai Direktur Utama Pertamina, penggantinya harus steril dari kepentingan politik dan kepentingan ekonomi kelompok tertentu. Sehingga perusahaan BUMN tidak lagi dijadikan sapi perahan.

Hanung Budya santer disebut-sebut sebagai kandidat kuat pengganti Karen Agustiawan sebagai Dirut Pertamina. Hanung Budya sendiri sebelumnya juga pernah menjadi Dirut Petral, anak usaha Pertamina yang dinilai sebagai ‘sarang’ mafia migas.

Karena itulah Firdaus menekankan bahwa siapapun yang dipilih sebagai pengganti Karen akan berbahaya kalau mewakili kepentingan tertentu, terlebih lagi kepentinga mafia migas.

 “Baik dia dari dalam maupun dari luar akan berbahaya jika mewakili kepentingan politik tertentu. Pertamina bukan cuma sebagai Korporasi, ia punya tugas PSO sehingga para direksinya harus punya integritas, itu sarat penting petinggi Pertamina,” tegas dia. (Amd/Nrm)

 

*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya