Kartu Sakti Bisa Kontrol Belanja Orang Miskin

Masyarakat miskin perlu waktu cukup lama untuk belajar menggunakan kartu sakti tersebut.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Nov 2014, 18:00 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2014, 18:00 WIB
Program Kartu Sakti Jokowi
(Foto: Liputan6.com/Achmad Dwi Afriyadi)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan peluncuran sejumlah kartu sakti oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat membantu masyarakat miskin dari dampak penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Tiga kartu tersebut dapat mengontrol penggunaan uang masyarakat.

Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, kompensasi sangat penting diberikan kepada masyarakat miskin sebagai bantalan atau menjaga daya belinya. Kompensasi tersebut bisa berupa bantuan sosial.

"Kalau pendapatan dari masyarakat ini diberikan kompensasi berapa, ya kesejahteraan juga akan naik. Tinggal kenaikannya melewati inflasi tidak," papar dia di kantornya, Jakarta, Senin (3/11/2014).

Presiden Jokowi hari ini meluncurkan tiga kartu sakti, yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Sementara Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, kartu tersebut diberikan kepada jutaan penduduk miskin di Indonesia supaya lebih mengendalikan besaran konsumsi.

"Kartu ini bisa dimanfaatkan supaya nggak terlalu konsumtif. Buat investasi nggak sekadar belanja, jadi bisa lebih dikontrol kalau pakai kartu," terang dia.

Namun kata Sasmito, masyarakat miskin perlu waktu cukup lama untuk belajar menggunakan kartu sakti tersebut. "Akibat kenaikan harga BBM subsidi, kemiskinan pasti akan naik. Tapi dengan kartu ini, kita akan lihat apakah bisa tertahan karena sekarang strateginya beda pakai kartu sehingga ada penghasilan tambahan buat mereka," tuturnya.

Saat ini, Suryamin menambahkan, BPS telah mempersiapkan data awal penduduk miskin di Indonesia pada 2011 yang kini ada di TNP2K. Data tersebut digunakan untuk menyalurkan BLSM kompensasi BBM subsidi pada 2013 lalu.

"Kita tunggulah, karena kita sedang updating data paling tidak 3 tahun terakhir. Data terakhir, 40 persen masyarakat terbawah dari sisi pengeluarannya ada sebanyak 25,2 juta dan dipakai oleh pemerintah 15,5 juta rumah tangga sasaran. Nanti akan di update lagi, kita tunggu pemerintah," pungkas dia. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya