Rumah Seharga Rp 200 Juta Laris Manis di Jawa Tengah

Tahun ini, pertumbuhan penjualan rumah di Jawa Tengah di kisaran 15 persen.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 19 Des 2014, 10:36 WIB
Diterbitkan 19 Des 2014, 10:36 WIB
Pembangunan Perumahan
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Semarang - Meskipun pertumbuhan ekonomi di tahun ini mengalami tekanan, namun pengusaha properti di Jawa Tengah masih bisa tersenyum pada penutupan tahun ini. Menurut Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah, penjualan rumah di akhir tahun ini melebihi ekspektasi.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah REI Jawa Tengah Bidang Promosi, Publikasi, Pameran dan Humas, Dibya K Hidayat mengungkapkan, sebenarnya REI memasang target lebih rendah dari tahun sebelumnya karena diperkirakan ada imbas dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang baru saja dilakukan. Belum lagi tekanan nilai tukar rupiah dan terus tertekan dan harga minyak dunia yang terus merosot.

"Dari pameran terakhir REI untuk tahun ini kami berhasil menjual 77 unit rumah, jumlah tersebut melebihi prediksi kami karena sebelumnya kami khawatir masyarakat akan menunda pembelian rumah, " kata  Dibya K Hidayat Jumat (19/12/2014).

Menurutnya, jumlah tersebut akan kembali meningkat mengingat masih ada beberapa pengembang yang mengikuti pameran REI tersebut belum melaporkan perolehan penjualan mereka.

Dari keseluruhan penjualan tersebut, lebih dari 50 persennya dikontribusikan rumah tipe menengah. Hal itu merupakan indikasi bahwa perekonomian masyarakat yang semakin baik.

Untuk tipe menengah sendiri merupakan rumah yang dipatok harga lebih dari Rp 200 juta, sedangkan di bawah itu termasuk rumah sederhana.

Meski dinilai melebihi ekpektasi, namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya tetap mengalami penurunan hingga 5 persen. Pertumbuhan antara tahun 2012 ke 2013 mencapai 20 persen, untuk pertumbuhan tahun 2013 ke 2014 hanya 15 persen.

Menurutnya, lebih rendahnya pertumbuhan di tahun ini merupakan dampak dari sikap perbankan yang lebih berhati-hati dalam menyalurkan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) kepada para nasabah.

Selain itu, untuk KPR sendiri tidak ada penurunan suku bunga sehingga turut memberikan dampak pada tertundanya pembelian rumah oleh masyarakat.

"Tapi kami optimis tahun depan penjualan akan lebih baik lagi mengingat dukungan dari Pemerintah untuk sektor properti salah satunya tidak dilakukannya penghapusan program rumah sederhana tapak melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)," kata Dibya. (Edhie Prayitno Ige/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya