Diberi Insentif, Industri Kertas Bisa Investasi Rp 200 Triliun

Keberadaan industri pulp dan kertas belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Des 2014, 18:10 WIB
Diterbitkan 23 Des 2014, 18:10 WIB
RI Adukan Pakistan ke WTO Soal Pajak Kertas
Pemerintah kesal atas sikap Pakistan yang mengenakan pajak tinggi terhadap produk kertas duplex asli Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki potensi investasi yang besar dari industri pulp dan kertas. Namun sayangnya, keberadaan industri ini belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan mengatakan permintaan akan pulp dan kertas di dunia terus tumbuh seiring dengan perkembangan peradaban manusia.

"Industri pulp dan kertas harus dikembangkan karena ini tidak bisa ditinggalkan manusia. Semakin berbudaya beradaban manusia, kita semakin butuh kertas," ujarnya dalam diskusi bertajuk Optimalisasi Hulu dan Hilir untuk Peningkatan Nilai Ekspor Pulp dan Kertas di Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (23/12/2014).

Dia menjelaskan, saat ini kapasitas produksi dari industri pulp dan kertas nasional mencapai 8 juta ton per tahun. Jika kapasitas ini ditambah 10 juta ton per tahun, maka membutuhkan investasi sebesar Rp 200 triliun.

"Kalau tambah kapasitas 1 ton, butuh investasi US$ 2 ribu. Kalau ditambah 10 juta ton, berarti US$ 20 miliar, kalau dirupiahkan Rp 200 triliun. Ini bisa diperoleh kalau ada insentif, investor akan langsung masuk ke Indonesia. Kalau semua bisa berjalan bagus, itu bisa dicapai dalam 3 tahun ke depan," lanjut dia.

Menurut Rusli, saat ini banyak industri dari negara lain yang tengah membidik Indonesia untuk investasi sektor pulp dan kertas. Namun kembali lagi keberanian pemerintah untuk memberikan fasilitas dan kemudahan bagi para investor.

"Indonesia sekarang sedang dibidik oleh industri di Thailand dan China. Ini belum lagi yang ada di kawasan Skandinavia karena mereka sudah tidak bisa lagi produksi secara efisien," tandas dia.(Dny/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya