Liputan6.com, Jakarta - Para pengusaha yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengeluhkan kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas dan larangan rapat di hotel oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) hingga Rp 16 triliun tahun. Lantaran okupansi hotel dipastikan merosot tajam akibat kebijakan tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal PHRI, Carla Parengkuan mengungkapkan, sebagian besar pendapatan hotel ditopang bisnis MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). Artinya bisnis bukan cuma mengandalkan tingkat hunian kamar, hotel juga menawarkan paket pertemuan, pesta dan sebagainya.
"Dampak pemotongan anggaran pasti ada karena MICE merupakan bisnis yang berpengaruh dalam mendorong okupansi hotel," ujar dia dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (3/1/2015).
Advertisement
Pemerintahan Jokowi berkomitmen 'menyunat' anggaran perjalanan dinas dan rapat senilai Rp 16 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Dari sebelumnya Rp 41 triliun menjadi Rp 25 triliun.
Carla mengaku, pelanggan jasa MICE dari instansi pemerintahan mulai membatalkan paket-paket pertemuan akibat pemangkasan anggaran tersebut. Sayangnya dia menyebut belum mengantongi data mengenai jumlah pembatalan paket dari Kementerian dan Lembaga.
"Pembatalan dari instansi pemerintah sudah mulai masuk, tapi kami belum mendapat data apa-apa, hanya dari beberapa rekanan hotel saja," terangnya.
Kebijakan ini, menurut dia, akan menggerus pendapatan hotel lantaran okupansi melorot tajam mengingat sebagian besar pelanggan hotel terutama yang memanfaatkan jasa MICE berasal dari instansi pemerintahan.
"Karena pembatalan paket ini bisa menurunkan okupansi sebesar 30 persen sampai 35 persen," cetus Carla.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengaku pemotongan anggaran Rp 16 triliun akan dialihkan untuk belanja produktif seperti pembangunan infrastruktur.
Namun mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu tak ingin jika kebijakan ini dianggap menghambat bisnis para pelaku usaha hotel.
"Yang penting kita nggak menghambat, hanya mengatur pengeluaran yang nggak perlu. Dengan anggaran Rp 25 triliun ternyata bisa jalan kok," tegas Sofyan. (Fik/Ahm)