Menteri Yuddy Bantah Larangan Rapat di Luar Matikan Bisnis Hotel

Selama ini banyak kepala daerah yang tidak menghitung tingkat ketersediaan dan permintaan kamar terhadap tingkat okupansi hotel.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Mar 2015, 21:31 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2015, 21:31 WIB
Menteri Yuddy Chrisnandi Temui Gubernur DKI Jakarta
Menpan-RB Yuddy Chrisnandi menemui Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota, Jakarta, Selasa (3/2/2015). Pertemuan membahas sistem penggajian PNS terkait tunjangan kinerja daerah (TKD). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Larangan menggelar rapat di luar kantor bagi pegawai kementerian dan lembaga (K/L) negara yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dinilai telah merugikan bisnis perhotelan. Namun Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi menolak anggapan tersebut. Menurutnya larangan ini sama sekali tidak bertujuan untuk mematikan bisnis hotel.

"Pemerintah tidak mematikan hotel. Kebetulan bersamaan dengan kewajiban pemerintah yang mewajibkan rapat di kantor, tingkat pertumbuhan hotel-hotel ini tidak dikendalikan," ujarnya dalam acara Golf Gathering IKA MM FEB Unpad, di Jakarta, Minggu (1/3/2015).

Dia mengungkapkan, selama ini banyak kepala daerah yang tidak menghitung tingkat ketersediaan dan permintaan kamar terhadap tingkat okupansi hotel itu sendiri. "Jadi ada hotel yang kamarnya ditambah terus. Ada yang izinya dibuka terus. Contoh, di Solo saja berapa hotel baru dibuat, tanpa memperhitungkan potensi okupansi hotel," lanjut dia.

Agar bisnis hotel di dalam negeri tetap bisa berkembang dan kebijakan penghematan anggaran ini bisa tetap dilaksanakan tanpa adanya pro dan kontra, Yuddy menyatakan bahwa pihaknya akan menggodok aturan yang lebih detail mengenai pelarangan menggelar rapat di luar kantor ini.

"Nanti kami buat definisi rapat seperti apa. Kegiatan yang sifatnya seminar nanti kami pikirkan untuk boleh diselenggarakan. Cuma prinsipnya selama pemerintah gunakan APBN, maka harus ada efisiensi dan penghematan. Konsekuensinya kegiatan pemerintah yang gunakan APBN semaksimal mungkin berada di kantor," jelasnya.

Selain itu, Yuddy juga akan mendorong agar dalam penyelenggaraan seminar, pihak K/L dapat menggandeng pihak swasta sehingga anggaran yang digunakan tidak berasal dari APBN.

"Contohnya BKN bekerjasama dengan simposium internasional bikin seminar tentang sistem kepagawaian nasional, peserta ada dari internasional, ada dari swasta. Itu di Hotel Savoy Homann dan tidak pakai APBN, BKN hanya penyelenggara saja, ya tidak apa-apa. Justru ini kami dorong supaya punya inovasi kegiatan yang bisa mendorong sektor perhotelan mendapatkan penerimaan yang lebih besar," tandasnya.


Untuk diketahui, larangan menggelar rapat di hotel bagi pegawai di kementerian dan lembaga negara menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja pariwisata. Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi Edison SH mengatakan hal ini karena larangan tersebut akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dikalangan pekerja pariwisata.

"Karena dengan munculnya surat edaran tersebut okupansi hotel yang tadinya 70 persen sampai dengan 80 persen drop menjadi 30 persen-40 persen," ujar Edison. Dia menjelaskan, ketika larangan tersebut dikeluarkan, pemasukan di bidang perhotelan semakin lesu.

"Jadi dengan adanya surat edaran tersebut tingkat hunian di perhotelan 40 persen hilang dan pengusaha hotel  tidak bisa membayar upah pekerjanya," pungkasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya