Selisih Kurs Bikin PLN Kantongi Untung Rp 37,9 Triliun

PLN mengantongi laba selisih kurs sebesar Rp 1,3 triliun, lebih baik dibandingkan 2013 yang mengalami rugi selisih kurs Rp 48,1 triliun.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 04 Mar 2015, 19:20 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2015, 19:20 WIB
Ilustrasi PLN
Ilustrasi PLN (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) membukukan pendapatan usaha 2014  sebesar Rp 292,7 triliun, atau naik 11,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 261,8 triliun.

Manajer Senior Komunikasi Korporat PLN Bambang Dwiyanto mengatakan, meningkatnya pendapatan usaha tersebut berasal dari kenaikan volume penjualan kWh tenaga listrik menjadi sebesar 198,6 terrawatthour (TWh) atau naik 5,9 persen dibanding dengan periode yang sama 2013 sebesar 187,5 TWh.

"Jumlah pelanggan yang dilayani perusahaan pada akhir tahun mencapai 57,49 juta pelanggan atau naik 6,5 persen dari tahun sebelumnya," kata Bambang, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu (4/3/2015).

Bambang menambahkan, subsidi listrik dari pemerintah pada tahun 2014 juga menjadi  salah satu unsur pendapatan usaha perusahaan, sebesar Rp 99,3 triliun atau turun 98,1 persen dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp 101,2 triliun sebagai dampak adanya kenaikan tarif tenaga Listrik.

Dengan demikian, laba usaha perseroan sebesar Rp 45,8 triliun, naik sebesar Rp 4,9 triliun atau 11,9 persen dibanding  2013 sebesar Rp 40,9 triliun.
Sedangkan laba bersih PLN tercatat naik Rp 11,7 triliun menjadi Rp 37,98 triliun pada 2014, dibanding dengan pada periode yang sama tahun lalu yang rugi  Rp 26,2 triliun.

Menurut Bambang, kenaikan laba bersih ini di samping disebabkan oleh kenaikan laba usaha, juga terjadi karena adanya peningkatan laba selisih kurs.

"Perusahaan tahun ini mencatatkan laba selisih kurs sebesar Rp 1,3 triliun, lebih baik dibandingkan tahun 2013 yang mengalami rugi selisih kurs sebesar Rp 48,1 triliun yang terutama diakibatkan oleh translasi liabilitas dalam mata uang asing yang didominasi oleh dolar Amerika Serikat (AS)  dan yen," pungkasnya. (Pew/Ndw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya