Rupiah Merosot, Pengusaha Bimbang Naikkan Harga Produk Elektronik

Pengusaha meminta stabilitas rupiah untuk menentukan rencana bisnis ke depan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Mar 2015, 09:01 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2015, 09:01 WIB
Suasana di salah satu retail barang elektronik di Lebak Bulus, Jaksel. Target penjualan elektronik tahun ini diharapkan mencapai 27-28 triliun rupiah, meningkat 20 persen dari tahun lalu. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Penguatan dolar terhadap rupiah hingga menyentuh 13.000 per dolar Amerika Serikat (AS) semakin memukul pengusaha ritel yang menjajakan produk elektronik impor. Pasalnya, pengusaha dihadapkan pada dilema untuk menaikkan harga barang merespons pelemahan kurs rupiah.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta‎ mengungkapkan, pelemahan nilai tukar rupiah tentu sangat berdampak bagi pengusaha yang selama ini memasok produk impor gelondongan seperti, ponsel, televisi dan lainnya yang tidak bisa diproduksi di Indonesia.

"Tapi pengusaha tidak bisa langsung menaikkan harga jual meski rupiah jatuh. Sebab mereka juga harus bersaing harga dengan pedagang lain. Itulah kebiasaannya," ucap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (8/3/2015).

Menurut Tutum, para pedagang biasanya mematok harga jual dengan hitungan kurs yang lebih tinggi dari pasar. Dia mencontohkan, jika rupiah berada di level Rp 12.800 per dolar AS, maka pedagang akan memasang kurs lebih tinggi Rp 250-Rp 300 per dolar AS.

Sementara jika harga dolar saat ini Rp 13.000, Ia mengakui, pedagang akan melihat pergerakan angka tersebut selama sepekan paling cepat. Apabila tetap bertahan di level tersebut, maka pedagang baru akan menaikkan harga jual barang elektronik.

"Kalau sekarang mereka masih pakai patokan kurs sebelumnya, sehingga masih ada keuntungan kalau jual dengan harga lama. Nanti kalau mereka sudah mengambil produk dengan hitungan kurs baru, maka dijual dengan patokan harga baru," terang Tutum.

Dia menilai, pengusaha kesulitan menghitung biaya produksi maupun harga jual karena fluktuasi rupiah begitu hebat. Volatilitas sangat tinggi karena kurs rupiah dilepas ke pasar.

"Negara kita tidak punya stabilitas mata uang, dan ini sangat meresahkan pengusaha. Bagi kami stabilitas mata uang penting untuk proyeksi keuangan bisnis berjalan baik," tukasnya.

Berdasarkan  kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah menguat menjadi 12.983 per dolar AS pada Jumat 6 Maret 2015 dari periode Kamis 5 Maret 2015 di level 13.022. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya