Liputan6.com, Jakarta - Bulan Ramadan menjadi waktu untuk refleksi spiritual sekaligus kesempatan meningkatkan kesehatan fisik. Namun, kebiasaan berbuka puasa di masyarakat sering kali justru bertentangan dengan tujuan ini.
Salah satu pemicunya adalah iklan yang mempopulerkan slogan, “Berbukalah dengan yang manis.” Slogan ini telah mengakar kuat, bahkan kerap dianggap bagian dari ajaran agama. Padahal, pemahaman ini perlu ditinjau ulang karena membawa dampak serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia.
Advertisement
Dikutip dari Hidayatullah.or.id, praktisi kesehatan Febi Sukma, S.ST., M.Keb., menyoroti kebiasaan berbuka dengan makanan dan minuman manis berlebihan berkontribusi pada lonjakan kasus diabetes. Menurut data Diabetes Federation 2022, Indonesia menempati peringkat pertama di ASEAN untuk penderita diabetes tipe 1.
Advertisement
Baca Juga
“Ini alarm bahaya yang tak bisa diabaikan. Konsumsi gula berlebih turut meningkatkan kasus gagal ginjal pada anak-anak,” kata Febi.
Hal ini disampaikan Sarjana Sains Terapan bidang kesehatan ini dalam forum Halaqah Gabungan dan Tarhib Ramadhan yang digelar PD Muslimat Hidayatullah Depok dan PW Muslimat Hidayatullah Jawa Barat pada Ahad (23/2/2025) lalu. Fenomena meningkatnya pasien anak yang menjalani cuci darah di RSCM menjadi bukti nyata dampak pola makan tidak sehat sejak dini.
Secara teologis, Febi merujuk hadis dari Anas bin Malik: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka dengan ruthab (kurma basah), jika tidak ada, dengan tamr (kurma kering), atau seteguk air.” (HR Abu Dawud).
Namun, ia menegaskan, anjuran ini bukan berarti mengonsumsi makanan atau minuman manis dalam jumlah besar. Kurma kaya serat dan nutrisi, berbeda dari gula olahan dalam sirup, minuman kemasan, atau kue manis.
Ramadan, lanjut Febi, bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga mengendalikan diri dari segala yang berlebihan. Ironisnya, data 2023 menunjukkan Indonesia termasuk penyumbang sampah makanan terbesar di dunia, bertentangan dengan prinsip Islam “la mubazzirin” yang bermakna tidak boros.
“Puasa itu menahan, termasuk dari hal-hal berlebihan yang mubazir dan tidak disukai Allah,” tegasnya.
Febi menyarankan kebiasaan berbuka yang lebih sehat demi kesehatan pribadi dan lingkungan. Tipsnya meliputi: mengurangi gula berlebih dari minuman kemasan atau makanan olahan, minum air putih minimal 8 gelas per hari saat sahur dan berbuka, serta mengonsumsi makanan bergizi seimbang seperti protein, serat, dan lemak sehat. Ia juga menekankan pentingnya porsi makan yang wajar untuk menghindari pemborosan, serta menjaga pola tidur agar tubuh tetap fit.
“Ibu sebagai manajer keluarga berperan besar menciptakan pola hidup sehat, terutama di bulan Ramadhan. Ibu yang sehat dan teredukasi akan melahirkan generasi yang lebih baik,” pungkas Febi.