OJK: Perbankan Indonesia Masih Sehat Meski Rupiah Melemah

OJK akan mengambil langkah untuk menyehatkan perbankan Indonesia jika mengalami gangguan atas pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 18 Mar 2015, 18:08 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2015, 18:08 WIB
Ilustrasi Ojk
Ilustrasi Ojk (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, kondisi perbankan Indonesia masih baik, meski rupiah terus mengalami pelemahan. Seandainya pelemahan rupiah terus terjadi dan semakin dalam, OJK telah menyiapkan kebijakan yang bisa menahan agar sektor perbankan tak mengalami gangguan.

Deputi Bidang Pengawasan OJK, Mulya E Siregar mengatakan, saat ini likuiditas perbankan nasional masih normal, belum terpengaruh pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). "Sementara kami terus mengamati likuditasnya. Di sisi itu overall masih oke," kata Mulya, di BTN Tower, Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Menurut Mulya, OJK akan mengambil langkah untuk menyehatkan perbankan Indonesia jika mengalami gangguan atas pelemahan rupiah terhadap dolar AS. "Kami pengawas bank, kami mengawasi bank kena dampak atau tidak. Kalau kena, kami kasih obat ," tuturnya.

Namun Mulya belum bisa menyebutkan langkah apa yang akan dikeluarkan untuk menyehatkan perbankan jika mengalami guncangan. "Jadi kebijakan yang dikeluarkan itu tergantung faktor apa yang membuat nilai tukar tertekan. Kami akan buat ketentuan," jelasnya.



Selain OJK, Bank Indonesia (BI) juga melihat bahwa industri perbankan masih cukup kuat menghadapi ancaman pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun ini. Rasio angka permodalan masih cukup tinggi dan kredit bermasalah masih jauh dari batas bawah yang ditentukan oleh BI.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menjelaskan, pada periode Januari 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) industri perbankan tercatat sebesar 20,84 persen. Angka tersebut mengalami peningkatan jika dibanding dengan periode sebulan sebelumnya yang ada di level 19,40 persen. "Angka itu juga jauh di atas ketentuan minimum yaitu 8 persen," jelasnya.

Untuk rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan), Tirta melanjutkan, industri perbankan nasional juga masih terjaga di level 2 persen. Level tersebut tak mengalami peningkatan jika dibanding dengan periode satu bulan sebelumnya. BI mensyaratkan rasio kredit bermasalah perbankan harus berada di bawah level 5 persen.

Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat 11,5 persen. Memang mengalami penurunan jika dibanding dengan periode Desember 2014 yang tercatat di level 11,6 persen. Namun Tirta menyebutkan, berdasarkan survei BI kepada industri perbankan, sebagian besar bankir yang disurvei yakin bahwa pertumbuhan kredit akan membaik di bulan-bulan berikutnya.

Industri perbankan melihat bahwa pertumbuhan kredit akan terdorong oleh permintaan akan kredit baru dari sektor konstruksi sejalan dengan banyaknya proyek pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya