Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) 2015 sebesar Rp 3.700 per kilogram (kg) atau naik sekitar 10,4 persen dari harga sebelumnya Rp 3.300 per.
Langkah ini diambil untuk stabilisasi ekonomi nasional, melindungi tingkat pendapatan petani, dan stabilitasi harga beras. Kebijakan tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
Regulasi tersebut diteken Jokowi pada Selasa, 17 Maret 2015. "Sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, melaksanakan kebijakan pengadaan gabah/beras melalui pembelian gabah/beras dalam negeri," bunyi diktum pertama Inpres tersebut seperti dilansir dari laman setkab.go.id, Jumat (20/3/2015).
Ada tiga ketentuan terkait pembelian gabah/beras dalam negeri yang tertuang dalam inpres ini, antara lain:
a. Harga pembelian Gabah Kering Panen dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 25 persen dan kadar ham/kotoran maksimum 10 persen adalah Rp 3.700 per kg di petani, atau Rp 3.750 per kg di penggilingan;
b. Harga pembelian Gabah Kering Panen dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen dan kadar ham/kotoran maksimum 3 persen adalah Rp 4.600 per kg di penggilingan, atau Rp 4.650 per kg di gudang Perum Bulog; dan
c. Harga pembelian Beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, kadar menir maksimun 2 persen, dan derajat sosoh minimum 95 persen adalah Rp 7.300 per kg di gudang Perum Bulog.
"Harga pembelian gabah/beras di luar kualitas sebagaimana dimaksud, ditetapkan oleh Menteri Pertanian," bunyi diktum kedua Inpres tersebut.
Jokowi menegaskan, pelaksanaan pengadaan melalui pembelian gabah/beras oleh pemerintah dilakukan oleh Perum Bulog serta menginstruksikan para pejabat terkait untuk menetapkan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga beras dalam negeri.
Selain itu, melalui Inpres ini, Jokowi juga menginstrusikan kepada para pejabat terkait untuk menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dan menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran Cadangan Beras Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana dan rawan pangan, bantuan dan/atau kerjasama internasional serta keperluan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Adapun pelaksanaan kebijakan pengadaan dan penyaluran beras sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Perum Bulog.
"Pengadaan gabah/beras oleh pemerintah dilakukan dengan mengutamakan pengadaan gabah/beras yang berasal dari pembelian gabah/beras petani dalam negeri," bunyi diktum keenam Inpres tersebut.
Sementara itu, mengenai pengadaan beras dari luar negeri, Presiden Jokowi mengingatkan, agar jika dilakukan mengedepankan kepentingan petani dan konsumen.
Menurut Inpres ini, pengadaan beras dari luar negeri dapat dilakukan jika ketersediaan beras dalam negeri tidak mencukupi, untuk kepentingan memenuhi kebutuhan stok dan cadangan beras pemerintah, dan/atau untuk menjaga stabilitas harga dalam negeri.
"Pelaksanaan kebijakan pengadaan beras dari luar negeri dilakukan oleh Perum Bulog," tegas diktum ketujuh poin tiga Inpres Nomor 5 Tahun 2015 itu.
Jokowi juga menginstruksikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil untuk melakukan koordinasi dan dan evaluasi pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 itu.
Dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 5 Tahun 2015 itu, maka Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
"Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan," bunyi Inpres yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi pada 17 Maret 2015 itu.
Inpres ini ditujukan kepada Menko Perekonomian, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, 5. Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Para Gubernur dan Para Bupati/Walikota. (Dny/Ndw)
Advertisement