Rupiah Ambruk Karena Pemerintah Kurang Galak

Pengusaha menilai pelemahan kurs rupiah disebabkan karena kurang efektifnya pelaksanaan transaksi memakai rupiah di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Mar 2015, 19:05 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2015, 19:05 WIB
Bincang Senator Rupiah
(Foto: Liputan6/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berupaya tegas pada pelaksanaan Undang-undang (UU) No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam beleid-nya mewajibkan transaksi ekonomi di Indonesia menggunakan mata uang rupiah.

Sayangnya sejak terbit tiga tahun lalu, penerapan aturan tersebut kurang optimal. Permintaan dan kebutuhan dolar di dalam negeri membengkak, sehingga mengakibatkan rupiah terpuruk. Padahal sanksi pidana mengancam seseorang yang melanggar aturan tersebut.  

Melihat mirisnya kondisi ini, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Natsir Mansyur mengungkapkan pelemahan kurs rupiah disebabkan karena kurang efektifnya pelaksanaan transaksi memakai rupiah di Indonesia.

"Sudah ada UU-nya, tapi enggak berjalan efektif. Padahal juga ada sanksi hukum, tapi karena pemerintah kurang galak jadi ya sama saja tetap gunakan dolar AS di dalam negeri," kata dia usai Diskusi Bincang senator 2015 "Gejolak dan Masa Depan Rupiah" di Brewerkz Restaurant & Bar, Jakarta, Minggu (29/3/2015).

Natsir mengaku, Indonesia masih mempunyai kesempatan untuk memperbaiki persoalan di dalam negeri, seperti mengurangi defisit neraca transaksi berjalan, meningkatkan ekspor dengan hilirisasi, menekan impor, dan kebijakan lainnya.

"Yang penting Indonesia belum ada di posisi rawat inap atau masuk ICU, tapi masih rawat jalan. Mumpung masih rawat jalan, kita masih bisa memperbaiki fundamental ekonomi kita supaya lebih kuat," sarannya.

Senada, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Jakarta, Sarman Simanjorang mengaku, pengusaha mau tidak mau atau suka tidak suka tetap bertahan dalam situasi pelemahan rupiah. Namun jika penguatan dolar AS berlarut-larut, maka akan berpengaruh terhadap struktur ekonomi Indonesia.

"Tapi masalahnya pemerintah mau enggak membatasi penggunaan dolar AS di dalam negeri? Perjanjian kontrak oleh korporasi saja pakai dolar AS. Di Pelabuhan Tanjung Priok dominan transaksi menggunakan dolar AS, apalagi korporasi besar," paparnya.

Jika pemerintah serius dan konsisten menjalankan dengan tegas UU Mata Uang, kata Sarman, akan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS di dalam negeri.

Pelemahan kurs rupiah, lanjutnya, terjadi akibat penarikan dolar AS besar-besaran di Indonesia untuk keperluan membayar utang, bunga utang, repatriasi dividen dan sebagainya.

"Seharusnya rupiah jadi tuan rumah di negeri sendiri, kenakan sanksi tegas bagi orang yang enggak menerima pembayaran atau transaksi pakai rupiah. Ini merupakan pondasi ekonomi kita supaya semakin kuat," saran Sarman.(Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya