PPATK Yakin RUU Pembatasan Transaksi Tunai Selesai 2016

PPATK sedang menggarap dua Undang-undang untuk mengurangi korupsi dan mencegah pencucian uang.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Apr 2015, 19:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2015, 19:00 WIB
Muhammad Yusuf
Muhammad Yusuf (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf menargetkan, Rancangan Undang-undang pembatasan transaksi tunai dapat selesai pada 2016.

Yusuf menuturkan, pihaknya sedang menggarap dua Undang-undang. Salah satunya RUU pembatasan transaksi tunai. Pihaknya telah bertemu dengan Bank Indonesia (BI) dan Menteri Keuangan untuk mengeluarkan UU pembatasan transaksi tersebut.

"Saya sangat yakin ini goal. Target 2016," ujar Yusuf, di sela MoU cegah pencucian uang dengan grup Emtek, di gedung SCTV Tower, Jumat (17/4/2015).

UU Pembatasan Transaksi ini untuk mendorong pemasukan negara lewat pajak dan mengurangi korupsi. Karena itu, pihaknya membutuhkan bantuan dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Yusuf menceritakan, peredaran uang sangat besar di Indonesia dalam bentuk tunai. Nilainya bisa mencapai Rp 99.000 triliun. Yusuf mengatakan, setiap individu bisa menyetor dana tunai di atas Rp 500 juta di bank. Dengan ada UU tersebut diharapkan dapat mengurangi korupsi dan pencucian uang.

Sebelumnya, di aturan itu nanti memuat soal penarikan tunai di atas Rp 100 juta tidak lagi diizinkan oleh bank. Bagi pihak yang ingin bertransaksi di atas Rp 100 juta, bank akan meminta transaksi dilakukan melalui transfer antar rekening.

Lalu jika seseorang akan membeli rumah seharga Rp 500 juta, untuk membayarnya hanya dapat menarik tunai Rp 100 juta dari bank. Adapun Rp 400 juta harus dibayarkan melalui transfer kepada pihak penjual.

Selain itu, PPATK juga menggarap Rancangan Undang-undang perampasan aset sipil. Yusuf mengatakan, UU ini dapat terealisasi asal mendapatkan dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan penegak hukum.

Dalam salah satu pasal di UU itu mengatur untuk melepas aset, dan Yusuf mengakui hal itu sangat sulit. Karena itu, UU itu membuat pihaknya akan menuntut aset jadi bukan pelaku korupsi dan pencucian uang.

"Di situ atur para tersangka melarikan diri, sakit permanen dan meninggal. Jadi bukan orangnya yang dituntut tapi asetnya.  Jaksa melawan rumah, dan tanah. Kalau RUU ini mungkin agak lebih lama," kata Yusuf.

Untuk mendukung pemberantasan korupsi dan pencucian uang, PPATK juga mengharapkan para pelapor pencucian uang diperluas. Pihaknya sedang menyusun kewajiban bagi tiap pelapor baru yaitu perusahaan, pengacara, notaris dan akuntan. (Ahm/)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya