Kejar US$ 100 Miliar, RI Obral Insentif Investasi Hijau

Ada tujuh sektor potensial yang dapat berkontribusi untuk pelestarian lingkungan seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan, panas bumi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Apr 2015, 10:40 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2015, 10:40 WIB
Kepala BKPM Franky Sibarani
Kepala BKPM Franky Sibarani (Fotografer: Ilyas Istianur P/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Investasi hijau atau ramah lingkungan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memasang target ambisius untuk mengejar investasi hijau sebesar US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.293 triliun (asumsi kurs Rp 12.930 per dolar AS) selama lima tahun ke depan setiap sektor bisnis.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani mengungkapkan, banyak negara telah menerapkan konsep investasi hijau atau ramah lingkungan dengan cara masing-masing. Indonesia, salah satu negara yang berpeluang mengimplementasikan konsep tersebut melalui teknologi ramah lingkungan.

"Supaya bisa menghasilkan produk dengan lebih sedikit emisi serta memberi nilai tambah optimal dalam inovasi dan penerapan bisnis investasi hijau," kata dia saat memberi sambutan pembukaan Tropical Landscape Summit; A Global Investment Opportunity di Hotel Shangrila, Jakarta, Senin (27/4/2015).

Franky menjelaskan, ada tujuh potensial‎ sektor bisnis yang bisa berkontribusi pada pelestarian lingkungan atau yang masuk kategori investasi hijau. Antara lain, sektor pertanian, kehutanan, perikanan, sektor energi panas bumi, manufaktur, energi terbarukan dan pariwisata.

"Selama lima tahun terakhir, penanaman modal langsung dari investasi hijau terealisasi US$ 41 miliar. Targetnya US$ 100 miliar pada 2019 di setiap sektor bisnis. Pertumbuhannya sama dengan 20 persen per tahun," tegas dia.
‎

Di tengah potensi menggiurkan dari investasi hijau, kata Franky, Indonesia memiliki tiga tantangan dalam penerapannya. Yakni, terkendala industri utama dan teknologi, keterbatasan sumber daya manusia, serta pengembangan insentif industri hijau. "Insentif industri hijau di Indonesia masih mahal sehingga susah bersaing dengan produk konvensional lain," cetusnya.
‎

Oleh sebab itu, dia mengaku, pemerintah mendukung industri hijau dengan memberi fasilitas fiskal seperti tax holiday selama 5-10 tahun untuk lima industri pionir, termasuk industri biofuel dan energi terbarukan.

Pemerintah, lanjut Franky, telah menerbitkan payung hukum insentif tax allowance, di mana ratusan sektor bisnis berhak menerima fasilitas ini, yaitu pembangkit listrik, energi terbarukan, panas bumi, gas alam cair, ekowisata, transportasi massa dan smenawarkan fasilitas impor bea cukai.

"Fasilitas lain seperti layanan terpadu satu pintu pemberian izin dan investasi. Menyederhanakan dan mempersingkat waktu izin usaha, mempermudah izin bagi pekerja asing, menambah zona ekonomi spesial dari delapan lokasi jadi 11 lokasi baru, memberi kenyamanan lahan, izin bisnis, perdagangan, penyediaan insentif teknologi ramah lingkungan," papar Franky.
‎

Senada, UN Under Secretary General and Associate Administrator of UNDP, Gina Casar mengatakan, seluruh negara termasuk Indonesia perlu mengurangi gas emisi rumah kaca.

"Ada komitmen pembangunan berkelanjutan di era pemerintahan Joko Widodo. Indonesia harus bangkit dan mengejar investasi industri hijau demi masa depan lingkungan yang lebih baik," tegas dia. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya