60 Ribu ABK RI Jadi Korban Perbudakan di Kapal Korea dan Taiwan

Para anak buah kapal itu telah bekerja selama 3-4 tahun tanpa dibayar.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Mei 2015, 19:20 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2015, 19:20 WIB
6 Kapal Asing Pencuri Ikan Menunggu Diledakan
Kapal-kapal itu terlihat sangat besar dan telah dilengkapi berbagai teknologi mumpuni dibandingkan kapal nelayan Indonesia. (Liputan6.com/Richo Pramono)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus perbudakan ternyata bukan hanya terjadi menimpa anak buah kapal (ABK) asing. Tindak kriminal ini rupanya juga menimpa para ABK asal Indonesia.
Captain Sea Shepherd Global Siddarth Chakrawarty mencontohkan, eksploitasi ini terjadi di atas kapal Korea dan Taiwan di perairan Selandia Baru.

Tak tanggung-tanggung, ABK Indonesia yang menjadi korban berjumlah puluhan ribu. "Contoh eksploitasi di Selandia Baru ada sekitar 60 ribu ABK Indonesia di atas kapal Korea dan Taiwan," ujar Siddarth di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Senin (18/5/2015).

Dia mengatakan, para ABK tersebut rata-rata telah bekerja selama 3-4 tahun tanpa dibayar. Bahkan ABK asal Indonesia ini sering mendapatkan perlakukan kasar seperti dipukuli.

"Mereka tidak dibayar, bekerja 3-4 tahun. Mereka dipukul oleh kapten kapal asal Korea dan Taiwan itu. Hasil tangkapan ikan mereka kebanyakan untuk konsumsi di Eropa," lanjut dia.

Menurut Siddarth, sebagai negara dengan letak perairan yang strategis, Indonesia menjadi hub dari tindak kejahatan perikanan di kawasan Asia Tenggara. Oleh sebab itu, Indonesia dinilai perlu menjadi kerjasama dengan pihak interpol untuk menindaklanjuti kasus seperti ini.

"Indonesia di ASEAN menjadi hub IUU (illegal, unreporterd, unregulated) fishing. Indonesia sudah tidak mau lagi terjadi IUU fishing, makanya butuh kerjasama dengan interpol. Kita harus buka mata terhadap IUU fishing, bukan hanya dari aspek perdagangan tapi kemanusiaan," kata Siddarth.

Sebelumnya telah terjadi perbudakan atas anak buah kapal (ABK) yang berasal dari Myanmar, Vietnam, Thailand oleh PT Pusaka Benjina Resources yang beroperasi di perairan Benjina, Kepulauan Arus, Maluku.

Perbudakan itu terungkap ketika salah satu kantor berita asing melakukan investigasi selama setahun yang mendokumentasikan perjalanan pengapalan makanan laut yang ditangkap ABK dari desa Benjina, Maluku. ABK itu terjebak dalam perbudakan yang berasal dari Myanmar. Mereka dibawa ke Indonesia melalui Thailand dan dipaksa menangkap ikan. Hasil tangkapan kemudian dikirim ke Thailand. (Dny/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya