Buruh: Isu PHK karena Perlambatan Ekonomi Hanya Trik Pengusaha

Langkah pemutusan kontrak jelang Ramadan merupakan siasat pengusaha agar tidak memberikan THR.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Jun 2015, 19:09 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2015, 19:09 WIB
[Bintang] May Day Hari Buruh
May Day, buruh berbagai daerah berkumpul di Jakarta

Liputan6.com, Jakarta - Para buruh mengungkapkan bahwa isu adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena terjadi perlambatan ekonomi yang muncul belakangan ini hanya merupakan cara pengusaha agar tidak mengeluarkan biaya operasional yang besar. Maklum, sesuai dengan aturan para pengusaha wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi buruh saat Lebaran.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, tidak ada perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena  perlambatan ekonomi. Hal tersebut terbukti dengan belum adanya laporan dari beberapa serikat pekerja di seluruh Indonesia yang memberikan laporan tersebut.

Said menegaskan, memang terjadi beberapa PHK di beberapa perusahaan. Namun PHK tersebut tidak disebabkan perlambatan ekonomi. Penghentian pekerja itu terjadi karena memang karyawan habis masa kontrak. 

Menurutnya, habis masa kontrak tersebut memang merupakan desain yang disengaja oleh para pengusaha. Langkah tersebut dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri. "Ada yang habis masa kontrak jelang Lebaran," kata Said, di Jakarta, Senin (8/6/2015).

Menurut Said, langkah pemutusan kontrak jelang Ramadan tersebut siasat pengusaha agar tidak memberikan THR. Selain itu, langkah tersebut juga agar pengusaha mendapat kelonggaran dari pemerintah untuk menerapkan kembali sistem outsourching pada pekerja.

Secara jangka panjang, langkah tersebut dilakukan pengusaha agar kenaikan upah tak setinggi yang diinginkan buruh. "Jadi pas Lebaran putus kontrak, setelah Lebaran rekrut lagi. Cara itu untuk menekan kenaikan upah 2016. Itu akal-akalan untuk menekan kesejahteraan. Strategi tersebut dipakai berulang-ulang," tuturnya.

Said menambahkan, perlambatan ekonomi belum memasuki ranah PHK dan merumahkan pekerja, yang ada hanya  pengurangan jam kerja. "Apa yang terjadi bukan PHK tapi pengurangan jam kerja, misal ada 8 jam per hari, jadi kerja 6 jam per hari. Dirumahkan pun kami belum dapat informasi itu," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko mengungkapkan, sebanyak 110 ribu orang karyawan di PHK selama periode yang telah berjalan tahun ini.

"Tercatat 27 perusahaan alas kaki mengeluarkan 110 ribu orang karyawan. Itu terjadi di daerah Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya," ucap dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Eddy membeberkan alasannya, karena pengusaha alas kaki tertekan dengan upah minimum regional (UMR) yang terus mengalami kenaikan setiap tahun secara signifikan.

Beban itu, kata dia, terus menghantam perusahaan di saat ekonomi dunia tengah lesu. Ekspor alas kaki terus merosot, termasuk penjualan di dalam negeri sehingga pendapatan pengusaha menyusut.

"Penyebabnya kenaikan UMR, ekonomi Eropa lesu. Belum lagi penjualan di dalam negeri sedang sepi, dan akhirnya stok jutaan pasang sepatu tidak terjual. Lihat saja seminggu lagi pasti diobral," keluh Eddy.

Dia meramalkan, kondisi pelemahan ekonomi dunia masih akan berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Bahkan Eddy memprediksi potensi krisis dapat terjadi pada 3 tahun hingga 4 tahun mendatang. (Pew/Gdn)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya