Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus waspada dengan perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia. Perubahan status tersebut berpotensi membuat Freeport Indonesia bisa beroperasi lebih lama di Indonesia.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Jakarta, Hikmahanto Juwana mengatakan, ada tiga hal yang harus diwaspadai oleh Presiden Jokowi. Pertama, Juwana memandang bahwa perubahan status ini merupakan penyelundupan hukum yang dilakukan oleh Freeport Indonesia agar memperoleh perpanjangan izin lebih awal.
Dalam Kontrak yang lama, izin Freeport Indonesia akan berakhir 2021. Menurut ketentuan maka izin tersebut dapat diperpanjang hanya 2 tahun sebelum berakhir.
Jika dilihat, 2 tahun sebelum berakhirnya Kontrak karya tersebut berbarengan dengan saat Presiden Jokowi mengakhiri masa jabatannya. "Dalam situasi seperti itu Presiden tidak layak mengambil keputusan yang strategis," kata Juwana, di Jakarta, Kamis (11/6/2015).
Menurutnya, jika dilakukan perubahan status maka IUPK berdasarkan Pasal 83 huruf (g) akan memberi Freeport Indonesia 20 tahun. Artinya mereka dapat beroperasi di Indonesia hingga 2035 bila dihitung sejak tahun 2015. Lebih lama 14 tahun dari jatuh tempo Kontrak Karya yang seharusnya di 2021.
Kedua, perubahan status ke IUPK juga akan memberi hak kepada Freeport Indonesia untuk dapat memperpanjang dua kali untuk jangka waktu masing-masing 10 tahun. Bila hak ini dijalankan maka Freeport akan bisa beroperasi di Indonesia hingga 2055. "Bila benar perhitungan tersebut maka ini menjadi hal kedua yang harus diperhatikan oleh Presiden," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui aspirasi rakyat Indonesia yang berkembang terkait Kontrak Karya adalah kontrak akan dihormati sampai dengan berakhirnya. Setelah berakhir maka Indonesia harus mengambil alih. Dengan demikian setelah berakhirnya kontrak freeport pada tahun 2021 maka pemerintah berkewajiban untuk mengambil alih.
"Presiden tentu memiliki risiko ketika mengambil keputusan yang bertentangan dengan aspirasi mayoritas rakyat," tuturnya.
Ketiga, jika dugaan penyelundupan hukum benar maka pasca pemerintahan Jokowi berakhir aparat penegak hukum bukannya tidak mungkin akan melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait perubahan status KK.
Mereka yang diperiksa mulai dari birokrat terendah yang mengusulkan hingga sampai ke Menteri, bahkan Presiden. Ini yang membuat para pejabat tidak dapat tenang diakhir masa jabatannya.
Penyelundupan hukum, oleh aparat penegak hukum akan dicurigai sebagai perilaku koruptif, meski dari pengambil kebijakan tidak memiliki niat jahat untuk memperkaya diri sendiri. (Pew/Gdn)
Status Kontrak Freeport Berubah, Jokowi Harus Waspada
Penyelundupan hukum, oleh aparat penegak hukum akan dicurigai sebagai perilaku koruptif, meski pengambil kebijakan tidak punya niat jahat.
Diperbarui 11 Jun 2015, 14:39 WIBDiterbitkan 11 Jun 2015, 14:39 WIB
Advertisement
Live Streaming
Powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Anggota Komisi I DPR Minta Negara Turun Tangan Atasi WNI Korban Kejahatan Digital
Gibran Tegaskan Hilirisasi Kunci Kemakmuran
Tata Kelola Pemerintahan Banyuwangi Raih Predikat "Kinerja Tinggi" dari Kemendagri
Kasus Pembunuhan Nakhoda KM Poseidon 03 Terungkap, Dibuang ke Laut karena Tegur ABK
VIDEO: Mantan Kades Banyuwangi Ditangkap Polisi Diduga Korupsi Rp1,3 Miliar
Motor yang Dipakai Angkut Mayat Ternyata Milik Korban, Ini Motif Pelaku
Tanggal 26 April Memperingati Hari Apa? Peringatan Hari Siaga Bencana hingga Kekayaan Intelektual
PPATK: Perputaran Dana Judi Online di Indonesia Tembus Rp1.200 Triliun
Pemakaman Paus Fransiskus Hari Ini: Prosesi Sederhana di Basilika Santa Maria Maggiore
Lebaran Betawi 2025 di Monas, Makanan Khas Daerah Dibagikan Gratis Hari Ini
Singgung Hilirisasi, Gibran: Sekedar Kaya Saja Tidak Cukup
Kronologi Pembunuhan Mayat dalam Karung di Tangerang, Korban Dipukul Pakai Besi