Status Kontrak Freeport Berubah, Jokowi Harus Waspada

Penyelundupan hukum, oleh aparat penegak hukum akan dicurigai sebagai perilaku koruptif, meski pengambil kebijakan tidak punya niat jahat.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 11 Jun 2015, 14:39 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2015, 14:39 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus waspada dengan perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia. Perubahan status tersebut berpotensi membuat Freeport Indonesia bisa beroperasi lebih lama di Indonesia.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Jakarta, Hikmahanto Juwana mengatakan, ada tiga hal yang harus diwaspadai oleh Presiden Jokowi. Pertama, Juwana memandang bahwa perubahan status ini merupakan penyelundupan hukum yang dilakukan oleh Freeport Indonesia agar memperoleh perpanjangan izin lebih awal.

Dalam Kontrak yang lama, izin Freeport Indonesia akan berakhir 2021. Menurut ketentuan maka izin tersebut dapat diperpanjang hanya 2 tahun sebelum berakhir.

Jika dilihat, 2 tahun sebelum berakhirnya Kontrak karya tersebut berbarengan dengan saat Presiden Jokowi mengakhiri masa jabatannya. "Dalam situasi seperti itu Presiden tidak layak mengambil keputusan yang strategis," kata Juwana, di Jakarta, Kamis (11/6/2015).

Menurutnya, jika dilakukan perubahan status maka IUPK berdasarkan Pasal 83 huruf (g) akan memberi Freeport Indonesia 20 tahun. Artinya mereka dapat beroperasi di Indonesia hingga 2035 bila dihitung sejak tahun 2015. Lebih lama 14 tahun dari jatuh tempo Kontrak Karya yang seharusnya di 2021.

Kedua, perubahan status ke IUPK juga akan memberi hak kepada Freeport Indonesia untuk dapat memperpanjang dua kali untuk jangka waktu masing-masing 10 tahun. Bila hak ini dijalankan maka Freeport akan bisa beroperasi di Indonesia hingga 2055. "Bila benar perhitungan tersebut maka ini menjadi hal kedua yang harus diperhatikan oleh Presiden," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui aspirasi rakyat Indonesia yang berkembang terkait Kontrak Karya adalah kontrak akan dihormati sampai dengan berakhirnya. Setelah berakhir maka Indonesia harus mengambil alih. Dengan demikian setelah berakhirnya kontrak freeport pada tahun 2021 maka pemerintah berkewajiban untuk mengambil alih.

"Presiden tentu memiliki risiko ketika mengambil keputusan yang bertentangan dengan aspirasi mayoritas rakyat," tuturnya.

Ketiga, jika dugaan penyelundupan hukum benar maka pasca pemerintahan Jokowi berakhir aparat penegak hukum bukannya tidak mungkin akan melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait perubahan status KK.

Mereka yang diperiksa mulai dari birokrat terendah yang mengusulkan hingga sampai ke Menteri, bahkan Presiden. Ini yang membuat para pejabat tidak dapat tenang diakhir masa jabatannya.

Penyelundupan hukum, oleh aparat penegak hukum akan dicurigai sebagai perilaku koruptif, meski dari pengambil kebijakan tidak memiliki niat jahat untuk memperkaya diri sendiri. (Pew/Gdn)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya